Jumat, 07 Juni 2019

Personal Beauty Store Saya

Personal Beauty Store Saya untuk belanja 23% silahkan daftarkan member mandiri

dan untuk info lebih untuk bisnis silahkan klik bit.ly/WaRindu

Rabu, 19 April 2017

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK


HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
            Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Masa kanak-kanak awal meliputi  toddler dan anak prasekolah. Masa ini merupakan masa  untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai Agama.
Salah satu perkembangan anak yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah yang berkaitan dengan perkembangan sosial anak yang merupakan kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain. Perkembangan ini sangat berpengaruh terhadap cara anak bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya, dimana terdapat anak-anak yang mengalami kesulitan dalam pergaulan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku, seperti : minder,  senang mendominasi orang lain, egois, senang menyendiri, kurang memiliki sifat tenggang rasa, kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.
Menurut Shochib, (2000) mendidik  anak  pada  hakekatnya  merupakan  usaha  nyata  dari  pihak  orang tua  untuk  mengembangkan  totalitas potensi  yang  ada  pada  diri   anak  masa  depan  anak  dikemudian  hari akan  sangat  tergantung  dari  pengalaman yang  didapatkan  anak  termasuk  faktor pendidikan  dan  pola  asuh  orang  tua. Dapat kita ketahui bersama bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mengoptimalkan potensi yang ada pada diri anak untuk masa depannya. Tetapi yang terjadi dilapangan, banyaknya orang tua yang mengabaikan pengasuhan, karena adanya kesibukan-kesibukan yang lain, seperti kepentingan bekerja. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Habibi, (2007) menurutnya, di saat  sekarang  ini  tidak  sedikit  orang  tua yang mengejar kepentingan mereka sendiri dengan  dalil  untuk  kesejahteraan  anak, sehingga  terkadang  peran  mereka sebagai orang  tua  yaitu  mendidik  dan  mengasuh anak terlalaikan.
Pada usia inilah anak mulai melihat dunia lain diluar dunia rumah bersama ayah dan ibu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan sosialisasi pada anak usia prasekolah terpenting dipengaruhi oleh faktor keluarga yang merupakan agen sosialisasi dan lingkungan dimana anak itu tumbuh dan berkembang. Hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak ialah pola asuh orang tua, hal tersebut sesuai dengan pendapat, Hurlock yang mengungkapkan setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi sosialisasi pada anak, yaitu pola pengasuhan orang tua, pengaruh teman sebaya, penerimaan diri dan lingkungan.
Menurut Baumrind, terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu demokratis.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. orang tua tipe ini  juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah.
Pola asuh permisif ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola Asuh Penelantar, pola asuh tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak dignakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala aamereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka. Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka secar fisik dan psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian fisik dan psikis pada anak-anaknya.
Setiap  tipe  pola  asuh mempunyai  kelebihan  dan  kekurangan, sehingga  tidak  semua  orang  tua nyaman  menerapkan  pola  asuh  yang dianggap  baik  oleh  orang  lain,  karena setiap  orang  mempunyai  cara  pandang yang  berbeda-beda  dalam  mengasuh anaknya. 
Pola asuh yang diberikan orang tua akan menimbulkan suatu kemampuan, kemampuan tersebut dapat berguna bagi anak dalam beradaptasi, salah satu kemampuan anak yang akan diperoleh apabila anak menerima pola asuh yang tepat ialah kemampuan personal sosial anak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang tepat dapat mempengaruhi kemampuan sosial anak.

1.2 Rumusan Masalah
a.       Jelaskan apa yang dimaksud dengan pola asuh!
b.      Jelaskan bagaimana dimensi pola asuh!
c.       Jelaskan apa saja jenis-jenis pola asuh!
d.      Jelaskan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh!
e.       Jelaskan apa yang dimaksud dengan sosial!
f.       Jelaskan bagaimana tahapan perkembangan sosial anak!
g.      Jelaskan bagaimana hubungan pola asuh terhadap kemampuan personal sosial anak!
1.3 Tujuan
a.       Agar mengetahui terkait dengan pola asuh
b.      Agar mengetahui dimensi pola asuh
c.       Agar mengetahui jenis-jenis pola asuh
d.      Agar mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh
e.       Agar mengetahui terkait dengan sosial
f.       Agar mengetahui tahapan perkembangan sosial anak
g.      Agar mengetahui hubungan pola asuh terhadap kemampuan personal sosial anak
 II. PEMBAHASAN
2.1 POLA ASUH
2.1.1 Pengertian Pola Asuh
            Hetherington & Whiting (1999) menyatakan bahwa pola asuh sebagai proses interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti proses pemeliharaan, pemberian makan, membersihkan, melindungi dan proses sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar. Orang tua akan menerapkan pola asuh yang terbaik bagi anaknya dan orang tua akan menjadi contoh bagi anaknya.
            Menurut Gunarsa (2002) pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (afeksi atau perasaan) tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.
            Menurut Wahyuning (2003) pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang diasuh) yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.
            Menurut Baumrind ( dalam Irmawati, 2002) pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.
            Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah suatu proses interaksi total orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti memelihara, memberi makan, melindungi, dan mengarahkan tingkah laku anak selama masa perkembangan serta memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak dan terkait dengan kondisi psikologis bagaimana cara orang tua mengkomunikasikan afeksi (perasaan) dan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.

2.1.2 Dimensi Pola Asuh
         Baumrind (dalam Sigelman, 2002) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari adanya dua dimensi pola asuh, yaitu:
a.       Acceptance/Responsiveness: menggambarkan bagaimana orang tua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua. Mengacu pada beberapa aspek, yakni;
1)  Sejauh mana orang tua mendukung dan sensitif pada kebutuhan anak-anaknya,
2)  Sensitif terhadap emosi anak,
3)  Memperhatikan kesejahteraan anak,
4)  Bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama,
5)  Serta bersedia untuk memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka   berprestasi atau memenuhi harapan mereka.
            Orang tua responsif dapat menerima kondisi anak, penuh kasih sayang dan sering tersenyum, memberi pujian, dan mendorong anak-anak mereka. Mereka juga membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal atau berbuat salah. Orang tua kurang menerima dan responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan, menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan jarang mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka dicintai dan dihargai.
b.         Demandingness/Control; menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua. Mengacu pada beberapa aspek yakni
1)   Pembatasan: orang tua membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha orang tua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak,
2)   Tuntutan: agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan tanggung jawab sosial sesuasi dengan standart yang berlaku sesuai keinginan orang tua,
3)  Sikap ketat: berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan,
4)   Campur tangan: tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang diberikan orang tua kepada anaknnya. Orang tua selalu turut campur dalam keputusan, rencana dan relasi anak, orang tua tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orang tua beranggapan apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak.
5)   Kekuasaan sewenang-wenang: menggambarkan bahwa orang tua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orang tua.
                    Mengendalikan atau menuntut aturan yang ditetapkan orang tua, mengharapkan anak-anak mereka untuk mengikuti mereka, dan memantau anak-anak mereka dengan ketat untuk memastikan bahwa aturan-aturan dipatuhi. Orang tua yang kurang dalam pengendalikan atau menuntut (sering disebut orang tua permisif) membuat tuntutan yang lebih sedikit dan memungkinkan anak-anak mereka memiliki banyak kebebasan dalam mengeksplorasi lingkungan, mengungkapkan pendapat mereka dan emosi, dan membuat keputusan tentang kegiatan mereka sendiri.
2.1.3 Jenis-Jenis Pola Asuh
            Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu:
1.   Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2.   Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
3.      Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.    Pola asuh penelantar, pola asuh tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak dignakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala aamereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka. Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka secar fisik dan psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian fisik dan psikis pada anak-anaknya.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Darling (1999) mengatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:
1.  Jenis kelamin anak
Jenis kelamin anak mempengaruhi bagaimana orang tua mengambil tindakan pada anak dalam pengasuhannya. Umumnya orang tua akan bersikap lebih ketat pada anak perempuan dan memberi kebebasan lebih pada anak laki-laki. Namun tanggung jawab yang besar diberikan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
2.  Kebudayaan
Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola asuh anak. Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan peran dan tuntutan pada laki-laki dan perempuan dalam suatu kebudayaan.
3.  Kelas sosial ekonomi
Orang tua dari kelas sosial ekonomi menengah ke atas cenderung lebih permissive dibanding dengan orang tua dari kelas sosial ekonomi bawah yang cenderung authoritarian.
2.2 PERKEMBANGAN SOSIAL
2.2.1 Pengertian Perkembangan Sosial
Menurut Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama
Perkembangan sosial dapat juga diartikan sebagai suatu perubahan, perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif, perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional.  
Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa  hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan.  Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks  perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain.
2.2.2 Tahapan Perkembangan Sosial Anak
Setiap anak mempunyai tahapan perkembangan dalam segala aspek perkembangannya, begitu pula pada bidang sosialnya. Perkembangan tersebut didasarkan pada tahapan usiadari masing-masing anak Charlotte Buhler menjelaskan, tingkatan perkembangan sosial anak menjadi 4 (empat) tingkatan sebagai berikut :
1.      Tingkatan pertama: Sejak dimulai umur 4-6 bulan, anak mulai mengadakan reaksi positif terhadap oarng lain, antara lain ia tertawa karena mendengar suara orang lain.
2.      Tingkatan kedua: Adanya rasa bangga dan segan yang terpancar dalam gerakan dan mimiknya, jika anak tersebut dapat mengulangi yang lainnya. Contoh: Anak yang berebut benda atau mainan, jika menang anak akan kegirangan dalam gerak dan mimic, tingkatan ini biasanya terjadi pada anak usia ±2 tahun ke atas.
3.      Tingkatan ketiga: Jika anak telah lebih dari umur ±2 tahun, mulai timbul perasaan simpati (rasa setuju) dan atau rasa antipati (rasa tidak setuju) kepada orang lain,baik yang sudah dikenalnya atau belum.
4.      Tingkatan keempat: Pada masa akhir tahun ke dua, anak setelah menyadari akan pergaulannya dengan anggota keluarga, anak timbul keinginan untuk ikut campur dalam gerak dan lakunya.
5.      pada usia 4 tahun, anak makin senang bergaul dengan anak lain terutama teman yang usianya sebaya. Ia dapat bermain dengan anak lain berdua atau bertiga, tetapi bila lebih banyak anak lagi biasanya mereka akan bertengkar.
6.      Kemudian, pada usia 5-6 tahun ketika memasuki usia sekolah, anak lebih mudah diajak bermain dalam suatu kelompok. Ia juga mulai memilih teman bermainnya,entah tetangga atau teman sebayanya yang dilakukan di luar rumah.
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Faktor yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak, menurut Soetarno berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Penjelasan dari dua faktor tersebut adalah:  
1.Faktor  Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Fase-fase pertumbuhan fisik dan mental tampaknya berakar dari potensi-potensi warisan. Faktor yang terkait dengan keluarga antara lain:
a). Status sosial ekonomi keluarga.
b). Keutuhan keluarga.
c). Sikap dan kebiasaan orang tua.
2.  Faktor Luar Keluarga
Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Sedangkan Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya. 
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak. Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka (Santrock dalam Sinolungan). 
Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran (Sinolungan, 2001). 
Anak-anak yang mendapatkan lingkungan yang menghambat perkembangan semasa bayi mempunyai kemampuan untuk pulih kembali jika mereka dipindahkan secara dini ke suatu lingkungan yang bervariasi, menantang, dan mengisi.
Oleh karena itu dalam setiap fase anak yang satu dengan anak yang lain tidak sama selamanya. Perkembangan yang dialami anak meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Karena itu dalam usaha pendidikan baik orang tua ataupun guru (sekolah) harus selalu menuju kearah keseimbangan, sehingga tidak terjadi kelainan pada diri anak.  
2.2.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Personal Sosial Anak Usia Dini
Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan perilaku sosial pada anak, dimana keluarga adalah lingkungan yang pertama kali ditemui oleh anak. Keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya, hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock yang mengungkapkan setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi sosialisasi pada anak, yaitu pola pengasuhan orang tua, pengaruh teman sebaya, penerimaan diri dan lingkungan. Oleh karena itu,  pola asuh orang tua akan mempengaruhi perilaku sosial anaknya.
Menurut Suharsono, (2009) apabila orang tua menerapkan pola asuh yang tepat maka akan mempengaruhi kemampuan sosialisasinya, karena anak hidup dalam keluarga yang selalu mendukungnya dalam cinta kasih dengan pola pengasuhan yang tepat dan interaksi keluarga yang harmonis, sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
            Interaksi orang tua dan anak dalam mengasuh dan memberikan stimulasi kepada anak mempengaruhi perkembangan perilaku sosial anak. Faktor pengasuh dari orang tua terhadap anak akan terciptanya hubungan yang hangat sangat menentukan pertumbuhan anak, baik dalam prestasi, sosial, pertumbuhan, psikomotorik tapi perlu diingat pola asuh tidak selamanya berdampak positif bagi anak-anaknya. Pola asuh yang permisif terlalu memanjakan anak juga dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang lemah dan kurang  percaya diri pada kemampuan yang dimilikinya. Begitu juga dengan pola asuh yang otoriter atau terlalu mengatur akan membentuk pribadi anak yang cenderung tertutup dan tidak mudah untuk menerima hal-hal baru yang ditemuinya. Meskipun dunia sekolah juga turut berperan dalam memberikan pendidikan dalam perilaku sosial anak, keluarga tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam pembentukan anak dalam perilaku sosial. Orang tua harus mengetahui tumbuh kembang anak yang normal sesuai dengan usia anak.
            Kemudian pola asuh orang tua terhadap usia prasekolah, tidak bisa hanya menggunakan salah satu model pola asuh yang ada seperti demokratis, permisif dan otoriter karena tiga macam model pengasuhan tersebut dapat digunakan secara bersamaan tergantung kondisi dan situasi perkembangan anak tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan ketiga macam model pengasuhan orang tua akan menghasilkan pengasuhan yang baik terhadap perkembangan perilaku sosial anak khususnya pada anak prasekolah. Sehingga semakin baik pola asuh orang tua, semakin baik pula perkembangan sosial seorang anak khususnya pada anak prasekolah. Sehingga semakin baik pola asuh orang tua, semakin baik pula perkembangan sosial seorang anak.
            Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
            Menurut Syamsu Yusuf yang dikutip dari J. Clausen mendeskripsikan tentang upaya yang dilakukan orangtua dalam rangka sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, yaitu sebagai berikut :
Kegiatan Orang Tua
Pencapaian Perkembangan Perilaku Anak
1.   Memberikan makanan dan memelihara kesehatan fisik anak
2.   Melatih dan menyalurkan kebutuhan fisiologis: toilet training (melatih buang air besar/kecil), menyapih dan memberikan makanan padat
3.   Mengajar dan melatih keterampilan berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri dan keamanan diri.
4.   Mengenalkan lingkungan kepada anak: keluarga, sanak keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar
5.   Mengajarkan tentang budaya, nilai-nilai (agama) dan mendorong anak untuk menerimanya sebagai bagian dirinya.
6.   Mengembangkan keterampilan interpersonal, motif, perasaan, dan perilaku dalam berhubungan dengan orang lain
7.   Membimbing, mengoreksi, dan membantu anak untuk merumuskan tujuan dan merencanakan aktivitasnya.
1.      Mengembangkan sikap percaya terhadap orang lain
2.      Mampu mengendalikan dorongan biologis dan belajar untuk menyalurkannya pada tempat yang diterima masayarakat
3.      Belajar mengenal objek-objek, belajar bahasa, berjalan, mengatasi hambatan, berpakaian, dan makan
4.      Mengembangkan pemahaman tentang tingkah laku sosial, belajar menyesuaikan perilaku dengan tuntutan lingkungan
5.      Mengembangkan pemahaman tentang baik-buruk, merumuskan tujuan dan criteria pilihan dan berperilaku yang baik
6.      Belajar memahami perspektif (pandangan) orang lain dan merespons harapan/pendapat mereka secara selektif
7.      Memiliki pemahaman untuk mengatur diri dan memahami criteria untuk menilai penampilan/perilaku sendiri.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari
            Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan pribadi dan juga perilaku sosial pada anak, dimana keluarga adalah lingkungan yang pertama kali ditemui oleh anak. Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku sosial pada anak prasekolah.
3.2 Saran
Diharapkan orangtua dapat menerapkan pola asuh yang tepat, penuh kasih sayang dan perhatian bagi anak agar anak dapat menjadi pribadi yang baik tidak tertutup dan mampu berperilaku sosial dengan baik.
Bagi masyarakat  yang memiliki anak prasekolah memberikan pola asuh yang tepat dan memberikan semangat serta dorongan kepada putra putrinya agar dapat meningkatkan perkembangan perilaku sosial yang baik sehingga pada akhirnya dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
Sedangkan untuk pendidik (guru) juga berperan dalam perkembangan perilaku sosial pada anak prasekolah dengan cara membimbing dan mengawasi perilaku sosial anak selama pembelajaran berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
Deo, Riviro. 2013. Pengaruh pola asuh orang tua

Febri, Gangsar. 2015. Macam-macam pola asuh orang tua.

Junaidi, Wawan. 2010. Macam-macam pola asuh orang tua
Nurmansyah, Fitrah. 2017. Karakteristik perkembangan sosial
online:fitrahnurmansyah.blogspot.com/2017/02/karakterisasi-perkembangan-sosial.html, diakses tanggal 2 April 2017

Umam, Irul. Psikologi perkembangan

Tano, Asta. 2014. Perkembangan sosial anak
astavitano.blogspot.com/2014/01/perkembangan-sosial-anak.html, diakses tanggal 2 April 2017