Kamis, 05 Mei 2016

Analisis Model Pembelajaran “MONTESSORI” Bagi Anak Usia Dini

Analisis Model Pembelajaran“MONTESSORI”Bagi Anak Usia Dini




Oleh :
Eka Sri Wahyuni
(1142113013)


Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Medan
2015


        I.            PENDAHULUAN

Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, karena sebagai anak muda, dia mempunyai minat dan bakat yang besar pada matematika, orang tuanya mengirimkannya ke Roma agar Maria memperoleh kelebihan-kelebihan pendidikan sebuah kota besar. Meski orang tuanya ingin Maria menjadi guru, dia justru memutuskan untuk untuk menekuni bidang engineering. Namun bidang inipun bukanlah kesukaannya dan setelah perkenalan yang singkat pada bidang biologi, kemudian dia memutuskan menekuni bidang kedokteran. Pada tahun 1896, dia menjadi wanita pertama di Itali yang mendapatkan gelar Doctor of Medicine.
Setelah lulus dari sekolah kedokteran, Maria bekerja di klinik psikiatrik Universitas Roma dan pekerjaannya yang berhubungan dengan masalah cacat mental ini sangat membantunya dalam menuangkan gagasan-gagasan pendidikan pada masa-masa yang akan datang. Dia sangat yakin bahwa defisiensi mental lebih merupakan masalah pedagogis daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus orang-orang cacat ini akan dapat dibantu. Dan, pada gilirannya, pendidikan dan pemahamannya terbukti memberikan kontribusi sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang menderita cacat mental. Casa dei Bambini, atau "Children's House" didirikan pada tahun 1907 di Roma yang diperuntukkan bagi anak-anak cacat mental ini, semuanya berumur di bawah lima tahun.
Maria tumbuh dan berkembang diantara orang-orang berjiwa patriotik dan sangat terbuka terhadap kemajuan. Namun jika ia sendiri tidak memiliki krakter istimewa dari dalam dirinya, tentu ia tidak akan memiliki kepekaan terhadap problematika sosial yang ada saat itu. Maria dibesarkan dalam pola keluarga tradisional, yaitu ayah bekerja dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Maria hidup dalam keluarga yang terbuka, demokratis, dan disiplin.
Maria sejak kecil diwajibkan oleh ibunya untuk merenda dan membuat sesuatu untuk dibagikan kepada orang-orang miskin. Pengalaman inilah menjadi pembelajaran tentang kepekaan sosial yang ditanamkan oleh ibunya kepada Maria. Selain itu, Maria kecil diwajibkan ibunya untuk membantu membersihkan lantai. Pengalaman ini yang kemudian dijadikan Maria sebagai dasar pembelajaran “kehidupan sehari-hari” dalam pendekatannya.
Pada tahun 1897, Maria Montessori memutuskan bergabung sebagai asisten sosial di rumah sakit Santo Spirito dibagian klinik psikiatri bersama dengan Giuseppe Montesano. Tugas Maria adalah memberikan konsultasi dan terapi untuk pasien yang didiagnosa memiliki gangguan saraf dan menderita cacat mental. Salah satu tanggung jawab Maria adalah mengunjungi rumah sakit jiwa untuk menilik pasien yang masih memungkinkan untuk diterapi.
Pada saat berkunjung ke rumah sakit jiwa, Maria melihat sekelompok anak-anak tunagrahita dipenjarakan dan diperlakukan seperti narapidana. Melihat perlakuan tidak adil terhadap anak-anak tersebut dan mengamati berbagai kejadian di rumah sakit saat berkunjung, Maria tersentuh dan tergugah minatnya sebagai ilmuwan untuk mencarikan solusi yang sesuai bagi mereka.
Saat maria melihat sikap anak-anak tersebut diberi makan, tetapi mereka masih mengais remah-remah makanan yang jatuh di lantai, maria merasakan bahwa anak-anak tersebut sebenarnya tidak lapar secara fisik, melainkan secara mental. Mereka tidak memilki apapun yang bisa disentuh, dipelajari dengan tangan dan mata mereka. Mereka hanya dikurung di ruangan yang membosankan tanpa diberi kegiatan atau sarana untuk beraktivitas. Hal tersebut menjadi awal Maria terjun dalam dunia anak-anak.

      II.            TUJUAN PENGEMBANGAN

“Tujuan kami tidak begitu banyak menanamkan pengetahuan sebagai pembukaan dan mengembangkan energi spiritual” (The Child In The Family : The Clio Montessori Series, 1996 : 63
  • Membantu anak dalam kemampuan mental dan fisiknya untuk bekerja tepat dalam lingkungan (normalisasi) 
  • Mengijinkan anak-anak untuk memiliki rasa kebebasan dan tanggung jawab yang kemudian menimbulkan harga diri, keamanan, dan kreativitas yang pada akhirnya menyebabkan kolaborasi dan kooperasi
  • Menciptakan pada diri anak akan arti kemerdekaan, disiplin diri, motivasi konsentrasi dan kepekaan terhadap  hal-hal di sekelilingnya. Mendidik seluruh anak dengan kegiatan dan pembelajaran yang dirancang untuk memajukan pengembangan keterampilan sosial, pertumbuhan emosi, fisik koordinasi, serta persiapan kognitif,
  • Membantu anak-anak memperoleh rasa kemanusiaan yang mengikat masyarakat dari semua ras dan budaya bersama sehingga mereka bisa tumbuh hingga berkontribusi untuk dunia yang lebih damai dan kooperatif.
  • Mengembangkan sikap positif terhadap sekolah dan belajar. Sebagian besar kegiatan pembelajaran individual : yaitu setiap anak terlibat dalam tugas pembelajaran yang sangat menarik baginya karena ia menemukan kegiatan diarahkan untuk kebutuhan dan tingkat kesiapannya. Akibatnya, ianak belajar sendiri, mengulangi tugas sesering dia suka, sehingga mengalami serangkaian sukses prestasi. Dengan cara ini, ia membangun sikap positif terhadap belajar itu sendiri.
  • Mengembangkan perasaan yang sehat dalam kepercayaan diri, kebiasaan konsentrasi, inisiatif, dan ketekunan. Dalam sekolah montessori, tugas dirancang sehin setiap langkah baru dibangun di atas apa yang sudah dikuasai anak, sehingga menghilangkan pengalaman negatif sering gagal. Serangkaian kegiatan direncanakan dengan hati-hati dari keberhasilan dibangun berdasarkan keyakinan bathin pada anak. Meyakinkan dia bahwa ia dapat belajar sendiri. Kegiatan membangun kepercayaan ini berkontribusi pada perkembangan emosional anak yang sehat.
  • Menyediakan sebuah rencana dengan hati-hati, merangsang lingkungan dimana anak-anak bebas untuk menanggapi dorongan alami mereka untuk bekerja dan belajar.
  • Membina rasa ingin tahu. Dalam kehidupan masyarakat berubah dengan cepat, termasuk semua hal dan siswa di beberapa waktu dalam kehidupan. Keingintahuan yang gigih dan mendalam merupakan prasyarat untuk belajar kreatif dengan menemukan kualitas, dimensi dan hubungan yang merangsang situasi belajar, rasa ingin tahu dikembangkan dan merupakan elemen penting dalam pembelajaran kreatif.
  • Membantu anak untuk mengembangkan kebaikan, kesopanan, dan disiplin diri yang akan memungkinkan dia untuk menjadi anggota penuh dari masyarakat. 
  • Membantu anak belajar bagaimana untuk mengamati, bertanya, dan mengeksplorasi ide-ide yang independen
  • Menciptakan budaya konsistensi, ketertiban dan pemberdayaan. Melalui cara memerintahkan dengan baik, hal diperkaya tetapi di sederhanakan lingkungan, kebutuhan anak untuk ketertiban dan keamanan akan sangat memuaskan. Hal ini terlihat dalam efek menenangkan yang dimiliki anak dalam lingkungan. Karena setiap benda dalam kelas montessori memiliki tempat dan aturan-aturan dasar pengelolaan untuk segala sesuatu di tempatnya berdasarkan kebutuhan anak.
Tujuan dari kelas pendidikan Montessori yang pertama dan utama adalah pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk kehdupan yang produktif dan memuaskan. Yang terbaik dari kurikulum akademik (dari nilai kecil) jika anak jika anak tidak berkembang dalam disiplin, integritas, dan menghormati orang lain dan diri sendiri. (Yayasan Montessori/ Dewan Montessori Internasional: Pendekatan Montessori untuk Disiplin)

    III.            MANFAAT PENGEMBANGAN

Model pembelajaran Montessori menawarkan kesempatan anak-anak untuk mengembangkan potensi mereka karena mereka melangkah ke dunia luar sebagai yang terlibat, kompeten, bertanggung jawab, dan hormat dengan pemahaman dan apresiasi bahwa belajar adalah seumur hidup.
1.      Setiap anak dinilai sebagai individu yang unik.
Metode Montessori mengakui bahwa anak-anak belajar cara acuh tak acuh, dan mengakomodasi semua gaya belajar. Siswa juga bebas untuk belajar dengan kecepatan mereka sendiri, masing-masing maju melalui kurikulum saat ia siap, dipandu oleh guru dn rencana pembelajaran individual. 
2. Dimulai pada usia dini, siswa Montessori mengembangkan urutan, koordinasi,konsentrasi, dan kemandirian.
Desain ruang kelas, bahan, dan rutinitas sehari-hari mendukung individu muncul “peraturan diri” (kempuan untuk mendidik diri sendiri, dan berpikir tentang apa yang sedang dipelajari), balita melalui remaja.  
3. Siswa adalah bagian dari akrab, peduli masyarakat
Multi-kelas usia mencakup 3 tahun kembali menciptakan struktur keluarga. Siswa yang lebih tua menikmati perawakannya sebagai mentor dan model peran, anak-anak yang lebih muda merasa didukungdan menempatkan kepercayaan diri tentang tantangan di depan. Guru sebagai model hormat, cinta kasih, dan keyakinan dalam resolus konflik damai.
4. Siswa Montessori menikmati kebebasan dalam batas-batas.
Bekerja dalam parameter yang ditetapkan oleh guru mereka, siswa sebagai peserta aktif dalam menentukan fokus apa yang akan mereka pelajari. Para pengikut Montessori memahami bahwa kepuasan internal yang mendorong rasa ingin tahu dan minat anak dan menghasilkan pembelajaran gembira yang berkelanjutan seumur hidup.
5. Siswa didukung untuk menjadi pencari aktif pengetahuan.
Guru memberikan lingkungan dimana siswa memiliki kebebasan dan alat untuk mengejar jawaban atas pertanyaan mereka sendiri.
6. Koreksi diri dan penilaian diri merupakan bagian integral dari pendekatan kelas Montessori.
Saat jatuh tempo, siswa belajar untuk melihat secara kritis di tempat kerja mereka, dan menjadi mahir mengenali, mengoreksi, dan belajar dari kesalahan mereka. 

Diberi kebebasan dan dukungan untuk mempertanyakan, untuk menyelidiki secara mendalam, dan untuk membuat koneksi. Siswa Montessori menjadi percaya diri, antusias, mandiri diarahkan peserta didik. Mereka mampu berpikir kritis, bekerja sama, dan bertindak berani sebagai seperangkat keterampilan untuk abad ke-21.

Montessori menawarkan penelitian dan bukti yang mendukung teknik mereka. Berikut adalah 10 manfaat  filsafat pendidikan Montessori.
1. Fokus pada kunci tahapan perkembangan

Sebuah kurikulum Montessori berfokus pada tonggak bersejarah pada anak-anak antara usia tiga dan lima tahun. Anak-anak yang lebih muda fokus pada kegiatan yang mengasah kemampuan otot dan keterampilan bahasa. Usia empat tahun bekerja pada motorskills baik dan menyelesaikan kegiatan sehari-hari, seperti memasak dan seni dan kerajinan. Anak prasekolah yang lebih tua memperluas pengalaman mereka belajar untuk komunitas mereka, melalui perjalanan dan acara khusus
2. Mendorong permainan kooperatif
Karena guru tidak meninggalkan kelas, siswa membimbing kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari. Ini mendorong anak-anak untuk berbagi dan bekerja sama untuk mengeksplorasi variasi pangkalan di kelas Montessori. Anak-anak dikelas montessori, sifat lingkungan, belajar untuk menghormati orang lain, dan membangun rasa komunitas.
3. Belajar adalah memusatkan anak
Siswa prasekolah Montessori menikmati kelas dan dirancang di sekitar kebutuhan spesifik mereka dan kemampuan yang memungkinkan mereka mengeksplorasi dan belajar dengan kecepatan mereka sendiri. Segala sesuatu di kelas mudah di  jangkau oleh anak, dan perabot disesuaikan dengan ukuran anak untuk duduk dengan nyaman.
4. Anak-anak tentu mempelajari disiplin diri
Sementara metode Montessori memungkinkan anak-anak untuk memilih kegiatan yang mereka ingin lakukan setiap hari, dan berapa lama mereka akan melakukan pada tugas tertentu, ada yang spesifik “aturan dasar” untuk kelas yang konsisten ditegakkan oleh guru dan siswa lainnya. Lingkungan ini secara alami mengajarkan anak disiplin diri, dan memurnikan keterampilan penting seperti konsentrasi, kontrol diri dan motivasi.
5. Lingkungan kelas mengajarkan tatatertib
Semua benda dan kegiatan memiliki lokasi yang tepat di rak-rak pada kelas Montessori. Ketika anak-anak selesai dengan kegiatan, mereka menempatkan alat-alat/permainan kembali ke tempat yang tepat. Hal ini merupakan rangka dalam membantu memfasilitasi proses pembelajaran, mengajarkan disiplin diri, dan melayani kebutuhan batin anak untuk lingkungan yang tertib. Ketika anak-anak bekerja dan bermain di tempat yang rapi dan dapat di prediksi, mereka dapat mengeluarkan kreatifitas mereka dan fokus sepenuhnya pada proses pembelajaran.
6. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
Guru di kelas Montessori adalah sebagai “panduan” yang ada untuk memfasilitasi pengalaman belajar, bukan menentukan apa yang akan tampak. Guru memimpin anak-anak di kelas, memastikan aturan diikuti, dan mendorong siswa untuk melakukan tugas dengan langkah mereka sendiri. Namun, guru tidak menentukan laju kelas yang ketat pada masing-masing siswa, guru berusaha untuk tetap sesederhana mungkin dalam pembelajaran
7. Belajar cara menginspirasi kreativitas
Sejak anak-anak diperbolehkan untuk memilih kegiatan mereka dan bekerja dengan cara mereka sendiri, mendorong kreativitas dalam kelas. Anak-anak mengerjakan tugas dengan penuh sukacita, daripada hasil akhir, yang memungkinkan mereka untuk lebih fokus pada proses daripada hasil alami untuk kreatifivas. Paparan berbagai budaya juga mendorong anak-anak untuk memperluas pemikiran mereka tentang dunia dan mengatasi konsep-konsep dalam berbagai cara.
8. Lebih efektif dalam membangun keterampilan tertentu
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Angeline Lillard, profesor psikologi dari Universitas Virginia di Charlottesville, meneliti kemampuan anak-anak yang telah diajarkan di sekolah Montessori. Diterbitkan pada tahun 2006 dalam jurnal Sains penelitian belajar siswa Montessori di Wisconsin dan menemukan bahwa usia lima tahun di kelas Montessori memiliki keterampilan matematika dan membaca lebih tinggi daripada di sekolah umum. Selain itu, penelitian mengenai perbandingan  siswa 12 tahun Montessori dan siswa non-montessori. Sementara keterampilan matematika dan membaca tampaknya lebih setara dengan kelompok usia ini, pembangunan sosial usia ini tampaknya lebih tinggi pada siswa Montessori.
9. Sistem ini sangat individual untuk setiap siswa
Dalam program Montessori, siswa diperbolehkan untuk mengeksplorasi kegiatan dan konsep dengan langkah mereka sendiri. Ini secara alami mendorong anak-anak untuk mencoba hal yang lebih menantang, yang mempercepat pengalaman belajar mereka. Belajar terjadi pada laju yang nyaman untuk setiap siswa daripada menimbulkan tingkat yang sama pada setiap siswa di kelas.
10. Kurikulum berfokus ditangan belajar
Salah satu manfaat terbesar dari metode Montessori, khususnya selama pengalaman belajar awal, adalah fokus pada tangan pembelajaran. Penekanannya adalah pada konkrit, daripada belajar abstrak, siswa bekerja pada kegiatan yang mengajarkan bahasa, matematika, budaya pelajaran kehidupan praktis. Guru mendorong siswa untuk berkonsentrasi pada tugas-tugas, dan mereka mencegah siswa mengganggu satu sama lain, agar memungkinkan siswa untuk fokus pada kegiatan sampai mereka benar-benar menguasai.

Ada banyak potensi manfaat dari prasekolah Montessori untuk anak-anak yang baru mulai keluar dalam proses pendidikan. Tahun-tahun awal penting untuk mempersiapkan siswa untuk pengalaman belajar yang akan datang, apakah mereka terus dengan model pembelajaran Montessori atau pindah ke lingkungan kelas masyarakat di masa depan.

   IV.            KAJIAN PUSTAKA

1.      Dasar pengembangan

Setiap orang bahkan para ahli pendidikan memiliki cara pandang yang berbeda tentang hakekat anak, seperti yang di ungkapkan oleh aliran behavioristik, bahwa anak tidak memiliki potensi apa-apa dari sejak lahir, mereka seperti kertas putih yang masih kosong dan mereka dapat dibentuk sesuai dengan apa yang kita inginkan yang terkenal dengan konsep Tabula rasa, sedangkan aliran konstruktivis mengungkapkan bahwa anak bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya. Tentunya dari beberapa pandangan yang telah diuraikan, hal ini yang melandasi seseorang dalam memberikan pendidikan dan pembelajaran kepada anak.
Telah kita yakini bersama, bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya sebagai seorang manusia, salah satu hak yang harus didapatkan oleh seorang anak adalah hak mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai dengan konvensi dunia tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan (Education For All) atau PUS (Pendidikan Untuk Semua). Dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat I berbunyi : " Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran." Dengan kata lain, bahwa pemerintah sangat peduli terhadap pendidikan warga negaranya dan setiap warga negara harus mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak tanpa membeda-bedakan status sosial ekonomi maupun batasan usia agar hat tersebut dapat dirasakan adil oleh seluruh rakyat, seperti yang tercantum dalam pancasila sila ke 2 yang berbunyi : " Kemanusiaan yang adil dan beradab." dan sila ke 5 yang berbunyi : " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Begitu seriusnya pemerintah terhadap pendidikan dan kesejahteraan rakyat, maka UndangUndang tentang Pendidikan Nasional pun di susun agar pendidikan tidak sekedar terselenggara saja, melainkan pendidikan memiliki standar kualitas yang baik, sehingga dikeluarkannya Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mendapatkan standar pendidikan dengan kualitas yang baik, maka diperlukan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan di mana pendekatan itu akan di implementasikan.

2.      Referensi dan argumentasi

  • ·  Aliran filsafat realisme yang memandang bahwa manusia pada dasarnya dapat mengenal realitas kehidupannya melalui penginderaan.
  •         Aliran filsafat eksistensialisme yang memandang bahwa setiap individu memiliki kelemahan namun memilki kemampuan untuk memperbaikinya.
  • ·        Teori perkembangan Piaget yang menygungkapkan bahwa anak mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui "Asimilasi, Akomodasi dan Organisasi"
  • ·        Teori pembelajaran Vygotsky yang mengungkapkan bahwa anak akan mengkonstruk pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan.
  • ·        Landasan Psikologis, bahwa pendidikan harus di sesuaikan dengan kemampuan dan tahapan perkembangan anak / DAP ( Developmentally Appropriate Practice)
  • ·        Yang lebih menarik dari pendekatan Montessori ini adalah konsep pendidikan anak berkebutuhan khusus (Learning Disability) atau SEN ( Special Education Need), yaitu pendidikan yang dirancang atau di disain disesuaikan dengan kebutuhan atau keadaan individu untuk mengoptimalkan potensinya. Hal ini sangat relevan dengan kebutuhan akan penyelenggaraan konsep sekolah inklusi yang sudah dinyatakan dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.


     V.            KOMPONEN PENGEMBANGAN

1.      Usia Anak

Anak-anak di kelas Montessori dikelompokkan secara vertikal, mereka tidak dikelompokkan berdasarkan umur. Setiap kelas terdiri dari beragam kelompok dengan rentang 2 sampai 6 tahun, di mana mereka berbagi kelas dan guru-guru yang sama. Pengelompokkan anak berdasarkan umur memberikan kesempatan yang sangat baik bagi anak untuk berinteraksi dengan beragam cara. Anak-anak yang lebih tua merupakan model/contoh bagi anak yang lebih muda, hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan pengetahuan mereka, selain itu menjadi pemimpin di kelas akan mendorong anak mempunyai rasa tanggung jawab yang pada akhirnya meningkatkan citra diri. Di sisi lain, anak-anak yang lebih muda dibuka/diarahkan untuk bekerja lebih baik dengan cara mengobservasi anak-anak yang lebih tua. Metode ini memungkinkan anak-anak dapat bekerja sesuai dengan kemampuan dan prestasi dikembangkan dan sebagai konsekuensinya kepercayaan diri akan terpellihara dengan baik.

2.      Prinsip

        Absorbent mind (jiwa penyerap)

Anak memiliki kemampuan untuk membangun sendiri pengetahuannya, dan hal tersebut dilakukan oleh anak mulai dari awal sekali. Gejala psikis/kejiwaan yang memungkinkaanak membangun pengetahuannya sendiri dikenal dengan istilah jiwa penyerap (absorbent mind). Dengan gejala psikis/kejiwaan tersebut anak dapat melakukan penyerapan secara tidak sadar terhadap lingkunganya, kemudian menggabungkannya dalam kehidupan psikis/jiwanya. Seiring dengan perkembangannya, maka proses penyerapan tersebut akan berangsur disadari.

         Sensitive periods (masa peka)

Montessori menyatakan bahwa dalam perkembangan anak terdapat masa peka, yaitu suatu masa yang ditandai dengan begitu tertarinya anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu serta cenderung mengabaikan objek yang lainnya.
Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang aka berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu.
Masa peka ini tidak bisa dipastikan kapan timbulnya pada diri seorang anak, karena bersifat spontan dan tanpa paksaan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika masa peka tersebut tidak dipergunakan secara optimal maka tidak akan ada lagi kesempatan bagi anak untuk mendapatkan masa pekanya kembali. Tetapi meskipun demikian, guru dapat memprediksi atau memperkirakan timbulnya masa peka pada seorang anak dengan melihat minat anak pada saat itu.
Berkaitan dengan hal tersebut maka tugas seorang guru adalah mengamati dengan teliti perkembangan setiap muridnya yang berhubungan dengan masa pekanya. Kemudian guru dapat memberikan stimulasi atau rangsangan yang dapat membantu berkembangnya masa peka anak sesuai dengan fungsinya.
Montessori memberi panduan untuk mengenali periode sensitif atau masa peka dalam sembilan tahapan seperti yang di kemukakan dalam tabel 1.

USIA (Tahun)
PERKEMBANGAN
1,5
Masa penyerapan total (absorded mind), perkenalan, dan pengalaman sensoris/pancaindra.
1,5 - 3
Perkembangan bahasa.
1,5 - 4
·         Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya.
·         Perhatian pada benda-benda kecil.
2 – 4
·         Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan.
·         Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.
·         Mulai menyadari urutan waktu dan ruang.
2,5 - 6
Penyempurnaan penggunaan pancaindra.
3 - 6
Peka terhadap pengaruh orang dewasa.
3,5 - 4
Mulai mencorat-coret.
4 – 4,5
Indra peraba mulai berkembang.
4,5 – 5,5
Mulai tumbuh minat membaca.

Dalam bukunya Crain menjelaskan satu persatu kerja dalam periode-periode Montessori tersebut, diantaranya adalah:
1)      Peride kepekaan akan keteraturan
Selama periode kepekaan pertama ini, yang terjadi selama tiga tahun pertama anak memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keteraturan. Segera setalh memasuki periode ini, mereka menyukai meletakkan objek ditempatnya semula. Jika sebuah buku atau pena tergeletak bukan pada tempatnya, mereka akan segera menaruhnya kembali ke tempat semula.
2)      Periode kepekaan akan detail
Anatara usia satu sampai dua tahun, anak-anak memusatkan perhatian kepada detail selama bermenit-menit. Contohnya,mereka mendeteksi serangga yang lolos dari perhatian kita. Kepedulian akan detail ini menandakan perubahan di dalam perkembangan psikis anak.
3)      Periode kepekaan bagi penggunaan tangan
Periode kepekaan ketiga berisi penggunaan tangan. Antara usia 18 bulan sampai 3 tahun, anak-anak suka memegang objek-objek. Secara khusus mereka suka membuka dan menutup segala sesuatu, meletakkan objek  kedalam kotak, menuangkannya keluar, lalu memasukannya lagi. Selama dua tahun berikutnya atau lebih, mereka memperbaiki gerakan dan indera sentuhan mereka.
4)      Periode kepekaan untuk berjalan
Periode kepekaan yang paling mudah dibaca adalah berjalan. Belajar berjalan, kata Montessori adalah sejenis kelahiran kedua; anak berubah dari makhluk yang tak berdaya menjadi makhluk yang aktif. Anak-anak didorong oleh impuls yang tidakbisa dilawan dalam upaya mereka untuk berjalan, dan mereka berjalan dengan bangga seolah-olah mereka telah menemukan caranya.
5)      Periode kepekaan terhadap bahasa
Periode kepekaan kelima, dan mungkin yang paling menakjubkan terdiri atas penguasaan bahasa. Apa yang menakjubkan adalah kecepatan belajar anak dalam menguasai proses kompleks tersebut. untuk mempelajari sebuah bahasa, mereka harus belajar bukan hanya kata-kata dan maknanya, namun juga gramatikanya, sebuah sistem aturan yang memberitahukan mereka tempat bermacam-macam bagian ujaran.

        Kebebasan

Dalam pembelajaran, anak memiliki kebebasan untuk berpikir, berkarya, dan berbuat sesuatu. Hal ini berkaitan dengan masa peka setiap anak yang kemunculannya kadang tidak terduga. Kebebasan ini bertujuan agar ketika tiba masa peka terhadap suatu kemampuan yang mendorong untuk melatih satu fungsi, anak akan berlatih sesuka hatinya.
Makna lain dari prinsip kebebasan adalah bahwa pendidikan sudah selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. Lingkungan belajar harus diciptakan dalam suasana yang kondusif yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bertindak secara bebas dan mengembangkan dirinya sendiri dalam garis-garis mata batinnya sendiri. Montessori merasa bahwa kebebasan dalam lingkungan yang telah dimodifikasi ini sangatlah penting untuk perkembangan fisik, mental, dan spiritualnya.
Anak akan belajar mandiri berdasarkan pada inisiatif pribadinya dengan membangun konsentrasi dan disiplin secara individual. Disiplin harus datang melalui kebebasan. Lingkungan dalam kelas Montessori dirancang untuk meniadakan gangguan-gangguan dan memberikan peluang belajar konstruktif. Terdapat kesinambungan yang tinggi dalam setiap kegiatan karena setiap tahap kegiatan merupakan suatu persiapan untuk tahap berikutnya. Anak akan diberikan kebebasan untuk memiliki aktivitas dan materi yang dirancang sesuai dengan fisik alamiah dan perkembangan fisiologisnya.

     Child’s self construction (anak mengkonstruksi sendiri perkembangan jiwanya)

Pengetahuan yang diperoleh diolah oleh kemampuannya sendiri sehinggan membangun pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya. Dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya mengembangkan dan membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungan.

3.      Pendekatan

Pendekatan yang digunakan adalah individual, karena montessori menekankan pada kemandirian, kebebasan dengan batasan tertentu, dan menghargai perkembangan anak sebagai individu yang unik, walaupun kegiatan yang dilakukan secara berkelompok.  

4.      Metode

Metode pengajaran Montessori dibagi menjadi tiga bagian yaitu pendidikan motorik,sensorik dan bahasa dengan penekanan melalui pengembangan kelima indera. Anak belajar dengan tahapan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan kecakapan-kecakapan individunya. Metode Montessori mengembangkan kepribadian anak secara keseluruhan. Metode Learning to Learn merupakan metode yang dilatihkan pada anak di sekolah Montessori.
Selama tahap awal pembelajaran, anak memerlukan motivasi dari orang dewasa, maka berikanlah pujian untuk memperoleh kepercayaan dalam dirinya. Aturan dan disiplin serta kontrol diri harus dilatihkan pada anak. Keteladan dari orang dewasa merupakan metode yang menonjol dalam Montessori, sebab anak belajar segala hal dengan cara meniru orang dewasa. Perluas wawasan anak dengan mengadakan kegiatan untuk memberikan pengalaman-pengalaman baru, bertemu orang-orang baru, dan melihat hal-hal baru.

5.      Strategi
Area-area yang menjadi pusat latihan dalam model montessori, sebagai berikut:

1). Latihan Kehidupan Praktis ( LKP)

Pada tahap perkembangan usia antara 2 sampai 6 tahun merupakan fase dimana anak-anak mempunyai keinginan yang kuat untuk meniru orang dewasa dan hal ini sangat diperlukan untuk pengembangan mereka. Pada fase ini, anak-anak diberi kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitar mereka setiap hari. Misalnya, mereka menyapu, mencuci, memindahkan suatu barang dengan berbagai alat yang berbeda (sendok, sumpit dan lain-lain), membersihkan kaca, membuka dan menutup kancing atau resleting, membuka dan menutup botol/kotak/kunci, mengelap gelas yang sudah di cuci dan sebagainya. Melalui berbagai aktivitas yang menarik ini, anak-anak belajar untuk membantu diri mereka sendiri (self help), berkonsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja dengan baik.

2). Penginderaan

Bahan-bahan tentang penginderaan dirancang untuk memperbaiki perasaan/kepekaan anak-anak akan waktu pada saat terutama sensitif untuk mempelajari keahlian. Anak-anak dapat belajar untuk menilai, memisahkan dan membedakan dimensi, tinggi, berat, warna, suara, bau, barang tenunan dan mengembangkan bahasa dan kosa kata. Melalui bahan-bahan tentang penginderaan, anak-anak dapat mengembangkan kontrol otot untuk hal-hal tertentu, misalnya mengontrol pinsil pada saat menulis, memperkuat jari penjepit melalui alat yang dikenal dengan nama knobbed/cylinders dan melukis dengan jari untuk mengkoordinasikan mata dengan tangan.

3). Matematika

Pengenalan akan matematika dilakukan melalui penyesuaian, pemilahan dan penyusunan terhadap apa yang anak-anak hadapi sehari-hari di area LKP dan area penginderaan. Matematika diperkenalkan kepada anak-anak melalui konsep-konsep yang jelas dan menarik. Metode yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan anak untuk merekayasa bahan-bahan yang nyata/jelas sebelum mereka sampai pada tahap konsep abstrak yang berkaitan dengan dunia angka. Setelah anak-anak memahami konsep dasar kuantitas/jumlah dan hubungannya dengan lambang-lambang, hal lain yaitu mempelajari angka-angka yang lebih besar dan operasi matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian akan menjadi lebih alami. Selain itu, anak dapat belajar matematika melalui pengukuran, seperti mengukur jarak, mengukur literan, mengukur besar kecil dan lain-lain.

4). Bahasa

Kelas Pra sekolah Montessori menekankan bahasa lisan sebagai dasar dalam semua ekspresi bahasa. Melalui seluruh lingkungan Monessori, anak-anak mendengar dan menggunakan kosa kata yang tepat untuk seluruh kegiatan, mempelajari nama-nama susunan, bentuk geometris, komposisi, tumbuh-tumbuhan, operasi matematika dan sebagainya. Selain itu, bahan-bahan tertentu di area bahasa sangat mendukung dalam berbahasa secara lisan. Bahan-bahan untuk bahasa tulisan diperkenalkan pertama kali kepada anak-anak melalui huruf-huruf yang dapat dipindahkan.
Setelah itu, anak-anak mulai diperkenalkan tentang komposisi/susunan kata, kalimat dan seluruh cerita dengan menggunakan bahan-bahan tersebut guru dan orang tua sebaiknya mulai mengenalkan bahasa kedua pada anak.

5). Kebudayaan

Anak-anak diperkenalkan mempelajari Geografi, Sejarah, IImu tentang tumbuh-tumbuhan dan IImu pengetahuan yang sederhana. Anak-anak belajar melalui latihan individual, kelompok dan aktivitas-aktivitas latihan seperti diskusi mengenai dunia sekitar mereka, pada saat ini dan masa lalu. Pengenalan akan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan binatang seperti juga pengalaman sederhana untuk mengetahui lebih jauh tentang ilmu pengetahuan alam. Selain itu, anak-anak pun diperkenalkan tentang masakan khas daerah, melalui 'cooking'.

6.      Setting kelas

Ruang kelas di sekolah Montessori diatur secara fungsional bagi anak, yang memungkinkan anak bekerja, bergerak dan berkembang secara bebas. Kondisi ruangan dan peralatan disesuaikan dengan ukuran anak. Material pembelajaran diatur dalam rak-rak yang mudah dijangkau anak. Kursi dan meja, dan sudut baca yang dilengkapi sofa kecil atau dilantai dengan karpet dan bantal yang nyaman. Pengaturan ruangan dengan rak-rak rendah terbuka berisi banyak materi yang diatur dengan cermat yang bisa dipilih oleh anak-anak. Tidak ada barisan meja sekolah, anak-anak dapat bekerja di meja atau dilantai, degan menggelar tikar untuk bekerja dan menentukan jarak. Ruang terbuka dilantai membuat anak-anak bisa bekerja di lantai. Jumlah rak untuk memuat materi Montessori yang diperlukan lebih banyak dari yang biasanya terlihat pada model pendidikan lainnya. Ruang kelas harus ditata indah dan menarik bagi anak karena pada usia awal rasa estetika mulai berkembang. Dinding ruang belajar diberi gambar yang menarik. Tersedia buku-buku yang dapat diambil anak kapan saja. Untuk kelas yang lebih tinggi terdapat meja besar untuk bekerja kelompok, komputer, papan tulis interaktif dan area untuk ilmu laboratorium. Diatas itu semua, setiap kelas dibuat hangat dan senyaman mungkin, semuanya terorganisir dengan baik dan menarik, dengan sofa, karpet, dan bunga untuk membantu anak-anak merasa tenang seperti dirumah.


(Ruang terbuka dilantai membuat anak-anak bisa bekerja di lantai)

Ruangan kelas montessori disusun menjadi beberapa area, yakni diantaranya adalah :
  •      Latihan Kehidupan Praktis (prakticle life and arts)
  •      Penginderaan (sensory)
  •     Matematika (math)
  •     Bahasa (language)
  •     Kebudayaan (culture)


 

(setting kelas dengan beberapa area)

   VI.            SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.     KESIMPULAN

  • Menekankan pada kemandirian, kebebasan dengan batasan tertentu, dan menghargai perkembangan anak sebagai individu yang unik.
  • Mencampur anak usia 2 ½ tahun sampai 6 tahun dalam satu kelas, sebab anak-anak kecil akan belajar dari anak-anak yang lebih besar.
  • Murid boleh memilih kegiatannya sendiri, yang sudan dirancang untuk rentang usianya.
  • Guru tidak memberi instruksi, melainkan akan menjelaskan sesuatu ketika ditanya anak.
  • Menyediakan keteraturan, yaitu belajar dan istirahat pada waktu yang sudah tetap.
  • Anak-anak diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan suasana kerja sama dengan teman-teman mereka.
  • Menyediakan bahan atau materi belajar yang dibutuhkan anak pada setiap perkembangannya.
  • Lingkungan belajar yang memfasilitasi gerakan fisik yang dibutuhkan anak.
  • Seluruh fasilitas dan rak untuk menyimpan bahan pelajaran, dibuat sesuai ukuran anak-anak untuk memudahkannya membangun kemandirian. 
  • Masa peka anak mendapat rangsangan yang maksimal.


B.      REKOMENDASI
Apabila sebuah lembaga pendidikan ingin mengaplikasikan/mengadopsi model ini hendaknya memperhatikan media pembelajarannya. Alat-alat permainan edukatif montessori sebaiknya dibuat dari material yang lebih terjangkau. Karena Memerlukan media pembelajaran yang sangat beragam , serta harga material yang sangat mahal sulit terjangkau oleh sekolah-sekolah umum.


Untuk guru-guru TK dan praktisi pendidikan, bahwa dalam mengaplikasikan suatu pendekatan pembelajaran,  sebaiknya merumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh anak, memahami tahapan perkembangan anak, memahami karakteristik anak, memahami konsep dasar , kelebihan dan kekurangan setiap pendekatan pembelajaran, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penerapan konsepnya di lapangan, memilih pendekatan pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi anak didik, kondisi keuangan, dan kemampuan guru itu sendiri. 

2 komentar:

  1. Daftar pustakanya belum ada,nih ....

    BalasHapus
  2. Apa Perbedaan metode Montessori dengan metode lain dalam meningkatkan kosa kata siswa?

    BalasHapus