Review
Game Anak Usia Dini “Gorilla Cabut Gigi”
Oleh Kelompok:
3
1.Misbah
Hasibuan (1141113019)
2.
Asih Diningrum (1141113002)
3.
Nisa Aprilla (1141113021)
4.
Dian Asti Pratiwi(1141113005)
5.
Eli Juliani Sitorus(1141113008)
Mata
Kuliah: Komputer Untuk AUD
Kelas:
Reg A PG PAUD 2014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Dalam
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1
Ayat 14). Paud
merupakan lembaga pendidikan formal, yang implementasinya lebih menekankan pada
prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dan bermain adalah
bekerja bagi anak. Bermain merupakan sarana yang efektif dalam upaya
pengembangan kreativitas anak usia dini secara motorik, sosial dan kognitif.
Pengembagan kreativitas tersebut, perlu diupayakan dalam kehidupan anak, baik
di rumah oleh orang tua maupun lingkungan Taman Kanak-kanak oleh guru. Oleh
karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah
bermain dan belajar.
Para ahli berkesimpulan
bahwa anak adalah makhluk yang aktif dan dinamis. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah
dan rohaniahnya anak yang mendasar sebagian besar dipenuhi melalui bermain baik
bermain sendiri maupun bersama dengan teman (kelompok). Jadi bermain itu
merupakan kebutuhan anak. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada
paksaan atau tekanan dari luar atau kajian. Upaya melalui bermain memberi
kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasi dan belajar menyenangkan. Bermain dapat memberikan
kontribusi khusus pada semua aspek perkembangan anak sehingga semua kegiatan
yang dilakukan anak harus ditujukan anak melalui kreativitas bermain.
Permainan-permainan yang diajarkan kepada anak harus dapat merangsang aspek
perkembangan anak. Alat-alat permainan yang diberikan kepada anak harus
semenarik mungkin dan dapat menimbulkan rasa ingin tahu anak kepada alat
permainan tersebut. Dalam pembahasan ini akan dibahas tentang “mereview
permainan untuk anak usia dini” yang berjudul “Gorilla Cabut Gigi”. Permainan
yang akan direview adalah permainan yang dapat mengembangkan aspek perkembangan
anak dan munculnya rasa ingin tahu anak kepada permainan tersebut. Berbagai
jenis alat permainan yang diberikan kepada anak adalah permainan yang dapat
merangsang aspek-aspek perkembangan anak seperti aspek bahasa, kognitif,
sosial-emosianal, nilai agama dan moral, fisik-motorik dan aspek seni.
b. Rumusan Masalah
Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan PAUD?
Apa yang dimaksud dengan bermain dan permainan serta
pengimplementasiannya?
Bagaimana hasil penelitian/observasi cara
pengimplementasian game “Gorilla Cabut Gigi” kepada anak usia dini?
c. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian pendidikan anak anak usia
dini
b.
Untuk mengetahui pengertian bermain dan permainan
serta pengimplementasiannya
c.
Untuk mengetahui hasil penelitian//observasi
pengimplementasian game “Gorilla Cabut Gigi”
2. Manfaat
a.
Dapat mengetahui tinjauan tentang Paud
b.
Dapat mengetahui tinjauan tentang bermain dan
permainan serta implementasinya
c.
Dapat mengetahui hasil observasi tentang mereview game
“Gorilla Cabut Gigi”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Tentang Paud
1.1 Pengertian Paud
Dalam
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003
(Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14). Dalam
pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat.
Early
childhood education yang dikenal di Indonesia dengan istilah Pendidikan
Anak Usia Dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia prasekolah
dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini
sehingga mereka dapat berkembang secara wajar sebagai anak. Tujuan dari Early
childhood education adalah agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan
intelektual, sosial, dan emosional sesuai dengan tingkat usianya. Lembaga penyelenggara Pendidikan Anak
Usia Dini yang formal diantaranya : tempat penitipan anak (child care),
kelompok bermain (play group), taman kanak-kanak (TK). Penyelengeraan
ini bersifat formal, sehingga perlu adanya kurikulum yang memiliki muatan
tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini. Kurikulum yang dikembangkan seyogianya
dapat mengakomodasi tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini, sehingga dapat
mengembangkan potensi anak sejak dini dan berkembang secara wajar sebagai anak.
(Disarikan dari Dedi Supriadi, 2002 : 3). Taman kanak-kanak (TK) merupakan
lembaga pendidikan formal, yang implementasinya lebih menekankan pada prinsip
bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dan bermain adalah bekerja
bagi anak. Bermain merupakan sarana yang efektif dalam upaya pengembangan
kreativitas anak usia dini secara motorik, sosial dan kognitif. Pengembagan
kreativitas tersebut, perlu diupayakan dalam kehidupan anak; baik di rumah oleh
orang tua maupun lingkungan Taman Kanak-kanak oleh guru. Taman kanak-kanak (TK)
merupakan salah satu lembaga formal penyelenggaraan pendidikan anak usia dini,
yang implementasinya lebih menekankan pada prinsip bermain sambil belajar atau
belajar seraya bermain. Peran guru TK di dalam pelaksanaan pembelajaran lebih
bersifat sebagai pembimbing dan fasilitator. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak
dapat dilakukan secara integrated yang meliputi aspek pengembangan
kognitif, bahasa, sosial dan emosi dalam upaya pengembagan kreativitas anak
usia dini. Pengembangan kreativitas anak usia dini dapat diupayakan melalui
permainan yang dirancang oleh guru TK, karena dengan permainan anak dapat
mengembangkan serta mengintergrasikan semua potensinya, sehinga mereka lebih
kreatif. Peran guru dalam kegiatan permainan anak adalah memberikan dorongan,
membimbing bermain bagi anak dan membantu anak mengembangkan potensinya,
sehingga mereka menjadi anak yang kreatif. Bermain bagi anak merupakan kegiatan
yang sangat penting, karena melalui bermain anak dapat mengembangkan serta
mengintergrasikan semua potensinya, sehinga mereka lebih kreatif. Untuk itu
guru TK perlu kreatif pula di dalam merancang permainan anak sebagai upaya
pengembangan kreativitas anak usia dini. Peran guru yang terpenting adalah
memberikan dorongan, membimbing bermain bagi anak dan membantu anak mengembangkan
potensinya, sehingga mereka menjadi anak yang kreatif.
1.2 Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini
merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan
pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada
beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh
masyarakat luas, yaitu: Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA).
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi
menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk
anak usia 5 – 6 tahun. Kelompok Bermain (Play Group) merupakan salah
satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak
usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23). Taman
Penitipan Anak (TPA) Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang
menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak
sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan
kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu
tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup
dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono,
2009: 24).
1.3 Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B
ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam
UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa
”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Dalam
UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir
14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut”.
a. Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan
merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan
terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar
masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang
menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan
membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang
menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais
menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia
seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai
demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka
Tunggal
Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia
juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak
bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk
mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan
pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi
yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa
Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan
manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan
manusia indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka
kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus
memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang
berlangsung.
b. Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep
keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari
interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya:
psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora,
kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia
(Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10). Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan
ilmu pendidikan, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau fondasi awal
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia
dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya
memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak
pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari
segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak
usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark
(dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100
– 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk
mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa
hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi
untuk mengoptimalkan fungsi otak.
1.4 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Secara
umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi
anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah (Yuliani
Nurani Sujiono, 2009: 42
– 43):
a. Agar
anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
b. Agar
anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan
motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
c. Anak
mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi
secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
d. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan
alasan, memecahkan masalah dan
menemukan hubungan sebab akibat.
e. Anak
mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan masyarakat dan
menghargai keragaman social dan budaya serta mampu mngembangkan konsep diri
yang positif dan control diri.
f. Anak
memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya
kreatif.
1.5 Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan
anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum PAUD, 2007)
sebagai berikut:
a.
Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan
pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak.
Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk
mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun
psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
b.
Belajar melalui bermain
Bermain
merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi,
menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
c.
Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan
harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar
melalui bermain.
d.
Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran
pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang
dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan
bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep
secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi
anak.
e.
Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan
keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan
agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri
dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin
diri.
f.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber
belajar
Media
dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan
yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
g.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber
belajar
Pembelajaran
bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep
yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik
hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang.
2.
Tinjauan Tentang Bermain dan Permainan
Bermain
dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain
dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain
dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip
pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Menurut
Soegeng Santoso (2002) bermain adalah suatu kegiatan atau tingkah laku anak
secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan atau tidak untuk mencapai
tujuan tertentu. Hurlock mengartikan bermain adalah setiap kegiatan yang
dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian,
memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi
anak. Berdasarkan pengamatan,
pengalaman dari hasil penelitian para ahli dapat dikatakan bahwa bermain
mempunyai arti sebagai berikut:
a.
Anak memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi
yang ada pada dirinya
b.
Anak akan menemukan dirinya, yaitu kekuatan dan
kelemahannya, kemampuannya, serta juga minat dan kebutuhannya.
c.
Memberikan peluang bagi anak untuk berkembang
seutuhnya, baik fisik, intelektual,bahasa dan perilaku.
d.
Anak terbiasa menggunakan seluruh asapek panca
inderanya sehingga terlatih dengan baik
e.
Secara alamiah memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu
lebih mendalam lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan
pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak.
2.1 Karakteristik Bermain
Pada hakikatnya anak-anak selalu termotivasi untuk
bermain. Artinya bermain
secara alamiah memberi kepuasan pada anak. Melalui bermain bersama dalam
kelompok atau sendiri tanpa orang lain anak mengalami kesenangan lalu
memberikan kepuasan baginya. Beberapa pakar pendidikan menyebut beberapa
karakteristik bermain anak yaitu:
a.
Bermain relative bebas dari aturan-aturan, kecuali anak-anak membuat aturan
mereka sendiri
b.
Bermain dilakukan seakan-akan kegiatan itu dilakukan dalam kehidupan nyata
c.
Bermain lebih memfokuskan pada kegiatan atau perbuatan daripada hasil akhir
atau produknya.
d.
Bermain memerlukan interaksi dan keterlibatan anak-anak.
e.
Bermain merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi
anak.
f.
Bermain sifatnya spontan dan suka rela, bukan merupakan kewajiban.
g.
Bermain memiliki hubungan sistematik yang khususnya dengan sesuatu yang bukan
bermain, seperti kemampuan kreativitas, memecahkan masalah, kemampuan
berbahasa, kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya dan sebagainya.
2.2 Tahapan Perkembangan Bermain
Para ahli pada umumnya membedakan atau mengkategorikan
kegiatan bermain tanpa mengemukakan tingkatan perkembangan yang ditimbulkan
jenis permainannya. Namun para ahli memberikan tahapan-tahapannya
masing-masing.
·
Mildred Parten (dalam Stessen Berger, 1983;Turner dan
Helms, 1993)
Mentoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dan
ia mengamati ada enam bentuk intraksi antar anak yang terjadi saat mereka
bermain.
1.
Unnoccupied Play, sebenarnya anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan
bermain, melainkan hanya mengamati kejadian disekitarnya yang menarik perhatian
anak.
2.
Solitary Play (bermain sendiri) biasanya tampak pada anak yang berusia amat
muda.
3.
Onlooker Play (pengamat) yaitu kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain
melakukan kegiatan bermain, dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap
kegiatan anak lain yang diamatinya.
4.
Paralel Play (bermain paralel) tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan
jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama,
tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara
mereka.
5.
Assosiative Play (bermain asosiatif) ditandai dengan adanya interaksi antar
anak yang bermain, saling tukat alat permainan, akan tetapi bila diamati tampak
bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama.
6.
Cooperatif Play (bermain bersama) ditandai dengan adanya kerja sama atau
pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
·
Jean Piaget (1962)
Mengemukakan tahapan bermain sejalan dengan
perkembangan kognitif anak yaitu:
1.
Sensory Motor Play (3/4 bulan-1/2 tahun) bermain dimulai pada periode
perkembangan kognitif sensor motor, sebelum usia 3-4 bulan, gerakan atau
kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain.
2.
Simbolic atau Make Believe Play (2-7 tahun) pada periode praoperasional yang
terjadi antara 2-7 tahun yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain
pura-pura.
3.
Social Play games with rules dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan
symbol lebih banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat objektif, sejak
usia 8-11 tahun anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
4.
Games with Rules 7 sports, kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah
olahraga
2.3 Manfaat Bermain Bagi Anak
Dengan mengetahui manfaat bermain diharapkan bisa
memunculkan gagasan-gagasan untuk dapat melakukan tentang cara-cara
memanfaatkan kegiatan bermain.
a.
Melalui bermain dapat mengembangkan aspek fisik anak
b.
Melalui bermain dapat mengembangkan aspek motorik
halus dan kasar anak
c.
Melalui bermain dapat mengembangkan aspek sosial anak
d.
Melaui bermain dapat mengembangkan aspek emosi dan
kepribadian anak
e.
Melalui bermain dapat mengembangkan aspek kognisi anak
f.
Melalui bermain dapat mengasah ketajaman penginderaan
anak
g.
Melalui bermain dapat mengembangkan keterampilan
olahraga dan menari anak
h.
Bermain dapat digunakan sebagai media terapi
i.
Bermain sebagai media intervansi anak
2.4 Issue Tentang Bermain Pada Anak
Semua anak menyukai kegiatan bermain. Tetapi tidak semua
anak bermain dengan cara yang sama. Ada anak-anak yang lebih menyukai kegiatan
bermain aktif daripada bermain pasif. Ada pula alat yang lebih populer untuk
anak-anak tertentu dari pada alat permainan lainnya. Bila diamati secara cermat
berbagai variasi kegiatan bermain yang dilakukan anak, dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut ini (Hurlock, 1978):
1.
Kesehatan
Kesehatan sangat mempengaruhi aktivitas anak, termasuk
bermain. Anak yang lebih sehat akan cenderung dan menyenangi kegiatan aktif
dari pada pasif, seperti olahraga, bermain lompat tali, kejar-kejaran dan
sebagainya. Sementara itu anak yang kurang bergairah, kurang sehat dan mudah
lelah akan lebih menyukai kegiatan pasif, yang merangsang tidak membutuhkan
energy yang banyak.
2.
Perkembangan Motorik
Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan
keterampilan motorik, terutama motorik kasar, seperti berlari, melompat,
meloncat dan lain-lain. Sedangkan bermain pasif kurang begitu banyak melibatkan
koordinasi motorik. Sehingga anak dengan keterampilan motorik yang baik akan
lebih banyak pula melakukan kegiatan bermain aktif, karena ia mampu melakukan
gerakan-gerakan motorik yang dibutuhkan pada kegiatan tersebut.
3.
Intelegensi
Biasanya anak lebih pandai lebih aktif dari pada anak
yang kurang pandai. Dan ini berlaku bagi anak pada setiap jenjang usia. Anak
yang pandai juga lebih kreatif dan penuh rasa ingin tahu. Sehingga kegiatan
bermain aktif dan pasif sama-sama diminati oleh anak yang pandai.
4.
Jenis Kelamin
Ada beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan terjadi
secara alamiah dan ditentukan secara genetic. Namun beberapa penelitian lain
mengungkapkan bahwa perbedaan itu muncul akibat adanya perbedaan perlakuan yang
diterima anak perempuan dan anak laki-laki sejak bayi (Spodek, Saracho &
Davis, 1991).
5.
Lingkungan dan Taraf Sosial Ekonomi
Anak yang berasal dari lingkungan
dan tingkat sosial ekonomi rendah cenderung memiliki kesehatan yang kurang
baik, kurang mempunyai waktu luang, alat permainan dan tempat untuk bermain,
sehingga mereka cenderung kurang banyak melakukan kegiatan bermain. Begitu pula
anak yang tinggal di desa lebih jarang bermain dibandingkan dengan anak
sebayanya yang tinggal di kota mengingat kurangnya waktu luang dan alat
permainan. Tingkat sosial mempengaruhi buku apa saja yang mereka baca, film
yang mereka lihat, tempat rekreasi yang mereka datangi dan bimbingan yang
mereka peroleh dari orang dewasa disekitar mereka.
6.
Alat permainan
Alangkah sangat bijaksana bila guru dan orang tua
dapat menyediakan alat permainan yang bervariasi sehingga berbagai jenis
bermain dapat dilakukan. Dan ini memang penting artinya untuk mengembangkan
berbagai aspek perkembangan anak secara optimal.
Bermain memang menyenangkan. Tetapi kegiatan ini tidak
terlepas dari adanya pengaruh buruk yang buruk bagi anak. Memang banyak
penelitian yang dilakukan terhadap dampaknya televise terhadap anak dan
hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan negative. Beberapa masalah
dibawah ini merupakan resiko bermain yang bisa terjadi:
1.
Terlalu banyak waktu bermain
Beberapa orang tua menganggap dengan
membiarkan anak bermain akan membuat anak menjadi lebih pandai dan lebih mampu
menyesuaikan diri. Namun sebenarnya tidaklah demikian. Ada beberapa alasan yang
mendasari pemikiran ini:
a.
Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bermain
membuatnya merasa bosan
b.
Dengan lebih sedikit yang digunakan anak untuk belajar
dan berkarya, membuat anak kurang mendapat dukungan sosial yang sebenarnya
dibutuhkannya.
c.
Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada anak untuk
berkarya dapat membuat anak menganggap bahwa melakukan kegiatan di luar bermain
merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan dan perlu dihindari.
2.
Ketidakseimbangan antara bermain untuk bersosialisasi dan bermain sendiri
Sebenarnya bermain untuk sosialisasi
dan bermain sendiri kedua-duanya sangat penting bagi perkembangan anak. Dengan
bermain bersama teman sebaya, anak dapat mengembangkan kemampuan personal dan
penyesuaian dirinya. Anak dapat belajar bagaimana berinteraksi dengan anak
lain.
3.
Penekanan yang berlebihan untuk melakukan kegiatan bermain yang sesuai dengan
jenis kelamin anak.
Anak akan selalu diberikan alat
permainan sesuai dengan jenis kelaminnya dan dihindari untuk bermain dengan
alat permainan dari jenis kelamin yang berbeda. Bahkan penekanan ini semakin
terasa ketika anak semakin besar.
4.
Alat permainan yang tepat
Ada beberapa alasan yang mendasari
mengapa alat permainan tidak tepat untuk anak sebagai berikut:
a.
Berbahaya
b.
Pilihan orang tua
c.
Terlalu sedikit jenisnya
d.
Memilih alat permainan sesuai usia kronologisnya anak
e.
Alat permainan terlalu rumit untuk anak
f.
Alat permainan terlalu mudah untuk anal
g.
Alat permainan yang terlalu sedikit bimbingan yang
diberikan
h.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit bimbingan yang
diberikan
3.
Tinjauan Tentang Multimedia Pengertian Dan Prinsip
Permainan
pada dasarnya disukai oleh anak baik di desa maupun di kota. Anak desa dan anak
kota memiliki kesamaan menyukai berbagai permainan yang dapat mengembangkan kreativitas
mereka, karena bermain pada hakekatnya adalah meningkatkan daya kreativitas dan
citra diri anak yang positif. Ada persyaratan utama dalam pembuatan Alat Permainan,
yaitu :
1. Persyaratan Edukatif
(mendidik)
a. Alat Permainan memberi peluang
kepada anak untuk menjajagi dan mencoba alat permainan itu dengan bebas, sesuai
dengan tingkat perkembangan, kemampuan dan minatnya.
b. Alat Permainan dapat merangsang
munculnya satu atau lebih pengertian akan sesuatu.
c. Alat Permainan dapat memberi
kesempatan dan kemungkinan untuk dapat menemukan pengertian (konsep) baru yang
berkaitan dengan pengertian yang telah diketahui anak sebelumnya.
d. Alat Permainan dibuat sedemikian
rupa, sehingga anak dapat memperbaiki sendiri kesalahan-kesalahan yang mungkin
dibuatnya.
e. Alat Permainan dapat memberi
kepuasan bagi si pemain yaitu anak pra sekolah, karena ia merasa bisa melakukan
sesuatu keterampilan setelah menggunakan daya pikirnya. Keberhasilan ini
biasanya akan membangkitkan semangat anak untuk mengulangi permainan atau
mencoba-coba dengan Alat Permainan lainnya
2. Persyaratan teknik
a. Alat Permainan harus menarik
ditinjau dari sudut warna, bentuk dan rupa serta mudah digunakan.
b. Alat Permainan aman digunakan
anak-anak karena bentuknya tidak tajam atau runcing, tidak terlalu kecil,
sehingga tidak mudah tertelan oleh anak, tidak mengandung racun, sehingga tidak
mengganggu kesehatan dan kehidupan anak.
3. Persyaratan Ekonomis
a. Kualitas atau mutu pembuatan
harus baik, tidak mudah rusak, karena Alat Permainan ini akan sering digunakan.
Bagian – bagian yang rusak atau hilang harus mudah diperbaiki atau dicarikan
gantinya.
b. Alat Permainan harganya tidak
terlalu mahal dan mudah dibuat karena menggunakan bahan yang ada di lingkungan
sekitar, yaitu dari bahan bekas, limbah atau sisa.
Dengan pembuatan Alat
Permainan sebagai media pendidikan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan kemampuan dasar anak pra
sekolah, sehingga anak dapat belajar saling menyesuaikan diri, belajar
berbicara dan bergaul dengan baik serta mengenal dirinya dengan lebih baik.
Dengan memahami alat permainan yang mengacu pada perkembangan anak yang bersifat
unik, pendidik diharapkan dapat menciptakan alat permainan itu. Kalau kita
amati alat permainan yang ada, maka sulit bagi kita untuk memberikan batasan
karena sifatnya yang begitu luas dan beragam. Kebanyakan para pencipta alat
permainan mendasarkan ciptaannya pada kriteria-kriteria yang sesuai dengan
pengetahuan tentang anak. Misalnya alat permainan yang akan digunakan untuk
mengembangkan pengertian anak tentang warna, maka bentuk alat yang
diciptakannya difokuskan pada warna. Alat permainannya dapat berbentuk
macam-macam benda yang menggunakan warna. Bentuk lain seperti bentuk geometris
biasanya juga sangat memukai anak. Berjam-jam mereka dapat mengkotak-katik
bentuk- bentuk tersebut. Dipasang, dipadukan, diberdirikan, ditiup, ditumpuk
dan ditempel, sehingga kreativitas anak makin berkembang bila kita memberikan
kesempatan yang luas kepada mereka. Bentuk-bentuk balok untuk membangun, alat
untuk bermain air dan alat untuk bermain pasir bisa dibuat dari macam-macam
bahan seperti kayu dan plastik dengan berbagai ukuran. Kain, kapok, tali dan
sebangsanya banyak digunakan untuk membuat alat permainan. Berbagai macam alat
permainan diciptakan oleh para ahli pendidikan taman Kanak Kanak, seperti :
a. Alat
Permainan Montessori.
Elizabeth
Hainstock (1988) menyatakan bahwa metode Montessori tetap relevan digunakan baik
sekarang maupun di kemudian hari. Ada 3 prinsip yang selalu dipantau dalam
pelaksanaan metode Montesori, yaitu pendidikan usia dini (early childhood), lingkungan
pembelajaran (the learning environment) dan peran guru (the role of
the teacher). Pendidikan usia dini memperhatikan segala pembiasaan dan
pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan perkembangannya. Cara
pembelajarannya disesuaikan dengan cara belajar anak yang khas, spontan tanpa
tekanan. Lingkungan pembelajaran diusahakan agar sama dengan keadaan dan
lingkungan anak, yaitu rumah. Oleh karena itu dalam praktek Montessori, anak
banyak melakukan tugas rumah seperti belajar mencuci baju, mencuci perabot,
memandikan boneka, dsb.
b. Alat
Permainan Peabody
Alat permainan ini diciptakan untuk
membantu anak dalam pengembangan bahasa secara intensif yaitu pengenalan
bentuk, warna serta berbagai kosa kata yang dekat dengan anak. Sistem
pengulangan yang diberikan dengan berbagai variasi membuat anak tidak bosan
sekalipun mereka sudah mengetahuinya. Penggunaan imajinasi akan membantu anak
menguasai dan mengembangkan kreativitasnya. Alat permainan berupa boneka tangan
ini dapat dipergunakan untuk mengungkap berbagai perasaan anak. Perasaan yang
biasa dirasakan anak dalam kehidupan sehari-harim kecemasan, ketakutan,
perasaan senang, harapan, perasaan mencekam, kesedihan dan lain-lain teruangkap
dengan penuh spontanitas sesuai dengan jiwa anak.
c. Balok Cuisenaire
Balok cuisenaire diciptakan oleh
George Cuisenaire dan digunakan untuk anak pra sekolah di Taman Kanak kanak
sebagai media pendidikan untuk membantu anak belajar konsep matematika,
pengembangan bahasa dan untuk peningkatan keterampilan anak dalam bernalar.
Balok cuisenaire ini disusun seperti karpet berbentuk segi empat yang kemudian
digunakan untuk mengungkapkan beberapa istilah matematis, sehingga dapat
membantu awwasan berpikir dan penguasaan bahasa anak.
d. Alat permainan Frobel
Balok
Frobel pertama kali digunakan di TK. Bentuk alat permainan ini berupa balok
bangunan Blokdoos atau Bouwdoos yaitu suatu kotak sebesar 20 x 20 cm yang
terisi dengan balok-balok kecil berbagai ukuran yang merupakan kelipatan.
e. Alat Permainan
Edukatif yang dapat meningkatkan perkembangan kreativitas anak pra sekolah,
seperti : boneka dari kain, balok bangunan besar polos, menara gelang segi
tiga, bujur sangkar, lingkaran dan segi enam, tangga kubus dan tangga silinder,
balok ukur polos, krincingan bayi, gantungan bayi. Berbagai puzzle, kotak
gambar pola, papan pasak 25, papan pasak 100.
Dari bentuk dan kegunaannya maka
terlihat bahwa unsur-unsur alat permainan ini berakar pada alat permainan
Montessori, seperti alat yang menunjukkan adanya urutan dari kecil ke besar, urutan
gambar yang menunjukkan adanya tahapan gambar yang dapat diberikan pada usia
kanak-kanak dari bayi sampai lima tahun.
4.
Hasil Review Game “Gorilla Cabut Gigi”
4.1
Deskripsi Game
Game ini adalah game tentang seekor gorilla yang hobbi
makan. Setelah memakan beberapa makanan kemudian gorilla menjadi sakit gigi dan
pergi berobat ke dokter. Dokternya adalah seorang anak kecil. Dalam hal ini
anak kecil tersebut yang mencabut gigi gorilla yang rusak. Dalam mencabut gigi
pada level pertama ketika gorilla membuka mulutnya terlihat ada gigi gorilla
yang berwarna hitam dan kemudian menjadi berwarna putih, jadi ketika melihat
gigi gorilla yang berwarna hitam dokter harus konsentrasi melihat bagian-bagian
mana saja gigi gorilla yang hitam/rusak sebelum menjadi putih. Setelah gigi
busuk gorilla/gigi hitam menjadi putih, dokter mencabutnya dan meletakkannya
ketempat yang sudah disediakan, apabila dokter salah mencabut gigi gorilla maka
tangan dokter akan digigit oleh gorilla dan kembali kelevel satu. Apabila berhasil
dilevel satu maka akan berlanjut kelevel berikutnya yang semakin sulit.
4.2
Ciri-Ciri
Ciri-ciri game ini adalah:
·
Terlihat seekor gorilla yang suka makan
·
Dalam game ini karena gorilla makan sembarangan sehingga
giginya menjadi sakit
·
Seorang anak kecil yang mencabut gigi gorilla
·
Terdapat gigi yang hitam menjadi putih, jadi diantara
gigi yang putih tersebut dokter harus benar-benar mengingat gigi gorilla yang
busuk agar tangannya tidak digigit gorilla.
4.3
Kriteria Yang Sesuai Dengan Aud
Game ini dapat menarik perhatian anak karena seekor
gorilla yang lucu sakit gigi dan kebetulan dokternya adalah seorang anak kecil.
Ketika memainkan permainan ini rasa ingin tahu anak akan
menjadi muncul dan juga konsentrasi anak akan terlatih. Game ini dapat mengembangkan kognitif dan motorik
halus anak usia dini.
B. Pembahasan Game AUD
1. Metode Pustaka dan Survey
Metode yang kami gunakan yaitu observasi. Kami
mengobservasi anak ketika memainkan Game Gorilla Cabut Gigi, anak terlihat
senang dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika kami mengobservasi
anak kami melihat anak sangat tertarik sekali ingin memainkan game tersebut dan
rasa ingin tahu anak juga muncul. Kami juga memperlihatkan game yang lain yaitu
“Tyekok” tetapi anak tidak tertarik, anak tersebut lebih tertarik untuk
memainkan game Gorilla Cabut Gigi dari pada Tyekok. Sewaktu memainkan game
terlihat ekspresi anak yang sedih karena gagal dilevel pertama dan ekspresi
anak yang senang karena dapat memainkan game tersebut kelevel berikutnya.
2. Kelebihan
·
Game ini dapat mengembangkan aspek perkembangan
kognitif dan motorik halus anak
·
Dapat melatih konsentrasi anak
·
Anak juga dapat memahami apabila memakan makanan
sembarangan dapat menimbulkan sakit gigi
·
Dapat membuat anak menjadi senang dan menimbulkan rasa
ingin tahu
3. Kekurangan
·
Durasi/waktu ketika akan mengingat bagian gigi gorilla
yang busuk sangat pendek
·
Seharusnya games ini dapat mengembangkan aspek
perkembangan anak yang lain seperti perkembangan bahasa, misalnya menyebutkan
nama-nama gigi gorilla yang rusak/busuk.
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
3.1 Penutup Atau Simpulan
Anak dan
bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Beberapa manfaat
diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan aspek perkembangan
anak. Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain
anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam
perkembangan anak. Ketika pentingnya bermain dapat dipahami oleh pendidik maka
pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama dalam kegiatan
belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan
merancang lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi fasilitator
serta motivator untuk anak ketika anak sedang bermain. Dalam permainan Game Gorilla Cabut Gigi
aspek-aspek perkembangan anak yang berkembang adalah aspek motorik halus dan
kognitif.
3.2 Saran
Apabila orang tua atau guru ingin mengajarkan atau
memberikan alat permainan kepada anak seharusnya harus memperhatikan dampaknya
kepada anak karena tidak semuanya alat permainan bagus untuk anak. Untuk itu
perlunya kejelian orang tua/guru dalam memilih permainan untuk anak dan
permainan tersebut harus dapat mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak usia
dini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mayke S. Tedjasaputra (2011). Bermain, Mainan dan
Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo
Masnipal, Siap
Menjadi Guru dan Pengelola Paud Profesional. (2013). Gramedia. Jakarta
Mujahidah Rapi, SH. KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.
Asep Yudi
Permana. PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
DALAM PENDIDIKAN FORMAL : ANTARA HARAPAN DENGAN KENYATAAN.
Martha Christianti. Anak dan Bermain. 17 Mei 2007
Lampiran;
Tampilan layar Game “Gorilla Cabut Gigi” sebaiknya ada.
BalasHapus