Rabu, 18 Mei 2016

Review Game Anak Usia Dini “Gorilla Cabut Gigi”



Review Game Anak Usia Dini “Gorilla Cabut Gigi”
Oleh Kelompok: 3

1.Misbah Hasibuan (1141113019)

2. Asih Diningrum (1141113002)

3. Nisa Aprilla (1141113021)

4. Dian Asti Pratiwi(1141113005)

5. Eli Juliani Sitorus(1141113008)
Mata Kuliah: Komputer Untuk AUD

Kelas: Reg A PG PAUD 2014


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

BAB I

PENDAHULUAN


a. Latar Belakang Masalah

            Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14). Paud merupakan lembaga pendidikan formal, yang implementasinya lebih menekankan pada prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dan bermain adalah bekerja bagi anak. Bermain merupakan sarana yang efektif dalam upaya pengembangan kreativitas anak usia dini secara motorik, sosial dan kognitif. Pengembagan kreativitas tersebut, perlu diupayakan dalam kehidupan anak, baik di rumah oleh orang tua maupun lingkungan Taman Kanak-kanak oleh guru. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Para ahli berkesimpulan bahwa anak adalah makhluk yang aktif dan dinamis. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah dan rohaniahnya anak yang mendasar sebagian besar dipenuhi melalui bermain baik bermain sendiri maupun bersama dengan teman (kelompok). Jadi bermain itu merupakan kebutuhan anak. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kajian. Upaya melalui bermain memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar menyenangkan. Bermain dapat memberikan kontribusi khusus pada semua aspek perkembangan anak sehingga semua kegiatan yang dilakukan anak harus ditujukan anak melalui kreativitas bermain. Permainan-permainan yang diajarkan kepada anak harus dapat merangsang aspek perkembangan anak. Alat-alat permainan yang diberikan kepada anak harus semenarik mungkin dan dapat menimbulkan rasa ingin tahu anak kepada alat permainan tersebut. Dalam pembahasan ini akan dibahas tentang “mereview permainan untuk anak usia dini” yang berjudul “Gorilla Cabut Gigi”. Permainan yang akan direview adalah permainan yang dapat mengembangkan aspek perkembangan anak dan munculnya rasa ingin tahu anak kepada permainan tersebut. Berbagai jenis alat permainan yang diberikan kepada anak adalah permainan yang dapat merangsang aspek-aspek perkembangan anak seperti aspek bahasa, kognitif, sosial-emosianal, nilai agama dan moral, fisik-motorik dan aspek seni.

b. Rumusan Masalah

*      Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan PAUD?
*      Apa yang dimaksud dengan bermain dan permainan serta pengimplementasiannya?
*      Bagaimana hasil penelitian/observasi cara pengimplementasian game “Gorilla Cabut Gigi” kepada anak usia dini?

c. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a.       Untuk mengetahui pengertian pendidikan anak anak usia dini
b.      Untuk mengetahui pengertian bermain dan permainan serta pengimplementasiannya
c.       Untuk mengetahui hasil penelitian//observasi pengimplementasian game “Gorilla Cabut Gigi”

2. Manfaat

a.       Dapat mengetahui tinjauan tentang Paud
b.      Dapat mengetahui tinjauan tentang bermain dan permainan serta implementasinya
c.       Dapat mengetahui hasil observasi tentang mereview game “Gorilla Cabut Gigi”

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Tentang Paud

1.1 Pengertian Paud

            Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14). Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat. 
            Early childhood education yang dikenal di Indonesia dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia prasekolah dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga mereka dapat berkembang secara wajar sebagai anak. Tujuan dari Early childhood education adalah agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan intelektual, sosial, dan emosional sesuai dengan tingkat usianya. Lembaga penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini yang formal diantaranya : tempat penitipan anak (child care), kelompok bermain (play group), taman kanak-kanak (TK). Penyelengeraan ini bersifat formal, sehingga perlu adanya kurikulum yang memiliki muatan tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini. Kurikulum yang dikembangkan seyogianya dapat mengakomodasi tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini, sehingga dapat mengembangkan potensi anak sejak dini dan berkembang secara wajar sebagai anak. (Disarikan dari Dedi Supriadi, 2002 : 3). Taman kanak-kanak (TK) merupakan lembaga pendidikan formal, yang implementasinya lebih menekankan pada prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dan bermain adalah bekerja bagi anak. Bermain merupakan sarana yang efektif dalam upaya pengembangan kreativitas anak usia dini secara motorik, sosial dan kognitif. Pengembagan kreativitas tersebut, perlu diupayakan dalam kehidupan anak; baik di rumah oleh orang tua maupun lingkungan Taman Kanak-kanak oleh guru. Taman kanak-kanak (TK) merupakan salah satu lembaga formal penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, yang implementasinya lebih menekankan pada prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Peran guru TK di dalam pelaksanaan pembelajaran lebih bersifat sebagai pembimbing dan fasilitator. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak dapat dilakukan secara integrated yang meliputi aspek pengembangan kognitif, bahasa, sosial dan emosi dalam upaya pengembagan kreativitas anak usia dini. Pengembangan kreativitas anak usia dini dapat diupayakan melalui permainan yang dirancang oleh guru TK, karena dengan permainan anak dapat mengembangkan serta mengintergrasikan semua potensinya, sehinga mereka lebih kreatif. Peran guru dalam kegiatan permainan anak adalah memberikan dorongan, membimbing bermain bagi anak dan membantu anak mengembangkan potensinya, sehingga mereka menjadi anak yang kreatif. Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang sangat penting, karena melalui bermain anak dapat mengembangkan serta mengintergrasikan semua potensinya, sehinga mereka lebih kreatif. Untuk itu guru TK perlu kreatif pula di dalam merancang permainan anak sebagai upaya pengembangan kreativitas anak usia dini. Peran guru yang terpenting adalah memberikan dorongan, membimbing bermain bagi anak dan membantu anak mengembangkan potensinya, sehingga mereka menjadi anak yang kreatif.

1.2 Satuan Pendidikan Anak Usia Dini

            Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu: Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA). TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun. Kelompok Bermain (Play Group) merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23). Taman Penitipan Anak (TPA) Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).

1.3 Landasan Pendidikan Anak Usia Dini

            Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
a. Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.

b. Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10). Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.

1.4 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

            Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43):
a.       Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
b.      Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
c.       Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
d.       Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
e.       Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan masyarakat dan menghargai keragaman social dan budaya serta mampu mngembangkan konsep diri yang positif dan control diri.
f.       Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.

1.5 Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

            Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum PAUD, 2007) sebagai berikut:
a.      Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
b.      Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
c.       Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
d.      Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
e.       Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.
f.        Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
g.      Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang.
2. Tinjauan Tentang Bermain dan Permainan
            Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Menurut Soegeng Santoso (2002) bermain adalah suatu kegiatan atau tingkah laku anak secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan atau tidak untuk mencapai tujuan tertentu. Hurlock mengartikan bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak. Berdasarkan pengamatan, pengalaman dari hasil penelitian para ahli dapat dikatakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai berikut:
a.       Anak memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya
b.      Anak akan menemukan dirinya, yaitu kekuatan dan kelemahannya, kemampuannya, serta juga minat dan kebutuhannya.
c.       Memberikan peluang bagi anak untuk berkembang seutuhnya, baik fisik, intelektual,bahasa dan perilaku.
d.      Anak terbiasa menggunakan seluruh asapek panca inderanya sehingga terlatih dengan baik
e.       Secara alamiah memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak.
2.1 Karakteristik Bermain
            Pada hakikatnya anak-anak selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain secara alamiah memberi kepuasan pada anak. Melalui bermain bersama dalam kelompok atau sendiri tanpa orang lain anak mengalami kesenangan lalu memberikan kepuasan baginya. Beberapa pakar pendidikan menyebut beberapa karakteristik bermain anak yaitu:
a. Bermain relative bebas dari aturan-aturan, kecuali anak-anak membuat aturan mereka sendiri
b. Bermain dilakukan seakan-akan kegiatan itu dilakukan dalam kehidupan nyata
c. Bermain lebih memfokuskan pada kegiatan atau perbuatan daripada hasil akhir atau produknya.
d. Bermain memerlukan interaksi dan keterlibatan anak-anak.
e. Bermain merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak.
f. Bermain sifatnya spontan dan suka rela, bukan merupakan kewajiban.
g. Bermain memiliki hubungan sistematik yang khususnya dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreativitas, memecahkan masalah, kemampuan berbahasa, kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya dan sebagainya.
2.2 Tahapan Perkembangan Bermain
            Para ahli pada umumnya membedakan atau mengkategorikan kegiatan bermain tanpa mengemukakan tingkatan perkembangan yang ditimbulkan jenis permainannya. Namun para ahli memberikan tahapan-tahapannya masing-masing.
·         Mildred Parten (dalam Stessen Berger, 1983;Turner dan Helms, 1993)
Mentoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dan ia mengamati ada enam bentuk intraksi antar anak yang terjadi saat mereka bermain.
1. Unnoccupied Play, sebenarnya anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, melainkan hanya mengamati kejadian disekitarnya yang menarik perhatian anak.
2. Solitary Play (bermain sendiri) biasanya tampak pada anak yang berusia amat muda.
3. Onlooker Play (pengamat) yaitu kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain, dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya.
4. Paralel Play (bermain paralel) tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama, tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka.
5. Assosiative Play (bermain asosiatif) ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukat alat permainan, akan tetapi bila diamati tampak bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama.
6. Cooperatif Play (bermain bersama) ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
·         Jean Piaget (1962)
Mengemukakan tahapan bermain sejalan dengan perkembangan kognitif anak yaitu:
1. Sensory Motor Play (3/4 bulan-1/2 tahun) bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensor motor, sebelum usia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain.
2. Simbolic atau Make Believe Play (2-7 tahun) pada periode praoperasional yang terjadi antara 2-7 tahun yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura.
3. Social Play games with rules dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan symbol lebih banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat objektif, sejak usia 8-11 tahun anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
4. Games with Rules 7 sports, kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga
2.3 Manfaat Bermain Bagi Anak
            Dengan mengetahui manfaat bermain diharapkan bisa memunculkan gagasan-gagasan untuk dapat melakukan tentang cara-cara memanfaatkan kegiatan bermain.
a.       Melalui bermain dapat mengembangkan aspek fisik anak
b.      Melalui bermain dapat mengembangkan aspek motorik halus dan kasar anak
c.       Melalui bermain dapat mengembangkan aspek sosial anak
d.      Melaui bermain dapat mengembangkan aspek emosi dan kepribadian anak
e.       Melalui bermain dapat mengembangkan aspek kognisi anak
f.       Melalui bermain dapat mengasah ketajaman penginderaan anak
g.      Melalui bermain dapat mengembangkan keterampilan olahraga dan menari anak
h.      Bermain dapat digunakan sebagai media terapi
i.        Bermain sebagai media intervansi anak
2.4 Issue Tentang Bermain Pada Anak
            Semua anak menyukai kegiatan bermain. Tetapi tidak semua anak bermain dengan cara yang sama. Ada anak-anak yang lebih menyukai kegiatan bermain aktif daripada bermain pasif. Ada pula alat yang lebih populer untuk anak-anak tertentu dari pada alat permainan lainnya. Bila diamati secara cermat berbagai variasi kegiatan bermain yang dilakukan anak, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini (Hurlock, 1978):
1.      Kesehatan
Kesehatan sangat mempengaruhi aktivitas anak, termasuk bermain. Anak yang lebih sehat akan cenderung dan menyenangi kegiatan aktif dari pada pasif, seperti olahraga, bermain lompat tali, kejar-kejaran dan sebagainya. Sementara itu anak yang kurang bergairah, kurang sehat dan mudah lelah akan lebih menyukai kegiatan pasif, yang merangsang tidak membutuhkan energy yang banyak.
2.      Perkembangan Motorik
Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan keterampilan motorik, terutama motorik kasar, seperti berlari, melompat, meloncat dan lain-lain. Sedangkan bermain pasif kurang begitu banyak melibatkan koordinasi motorik. Sehingga anak dengan keterampilan motorik yang baik akan lebih banyak pula melakukan kegiatan bermain aktif, karena ia mampu melakukan gerakan-gerakan motorik yang dibutuhkan pada kegiatan tersebut.
3.      Intelegensi
Biasanya anak lebih pandai lebih aktif dari pada anak yang kurang pandai. Dan ini berlaku bagi anak pada setiap jenjang usia. Anak yang pandai juga lebih kreatif dan penuh rasa ingin tahu. Sehingga kegiatan bermain aktif dan pasif sama-sama diminati oleh anak yang pandai.
4.      Jenis Kelamin
            Ada beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan terjadi secara alamiah dan ditentukan secara genetic. Namun beberapa penelitian lain mengungkapkan bahwa perbedaan itu muncul akibat adanya perbedaan perlakuan yang diterima anak perempuan dan anak laki-laki sejak bayi (Spodek, Saracho & Davis, 1991).
5.      Lingkungan dan Taraf Sosial Ekonomi
            Anak yang berasal dari lingkungan dan tingkat sosial ekonomi rendah cenderung memiliki kesehatan yang kurang baik, kurang mempunyai waktu luang, alat permainan dan tempat untuk bermain, sehingga mereka cenderung kurang banyak melakukan kegiatan bermain. Begitu pula anak yang tinggal di desa lebih jarang bermain dibandingkan dengan anak sebayanya yang tinggal di kota mengingat kurangnya waktu luang dan alat permainan. Tingkat sosial mempengaruhi buku apa saja yang mereka baca, film yang mereka lihat, tempat rekreasi yang mereka datangi dan bimbingan yang mereka peroleh dari orang dewasa disekitar mereka.
6.      Alat permainan
Alangkah sangat bijaksana bila guru dan orang tua dapat menyediakan alat permainan yang bervariasi sehingga berbagai jenis bermain dapat dilakukan. Dan ini memang penting artinya untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak secara optimal.
Bermain memang menyenangkan. Tetapi kegiatan ini tidak terlepas dari adanya pengaruh buruk yang buruk bagi anak. Memang banyak penelitian yang dilakukan terhadap dampaknya televise terhadap anak dan hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan negative. Beberapa masalah dibawah ini merupakan resiko bermain yang bisa terjadi:
1. Terlalu banyak waktu bermain
            Beberapa orang tua menganggap dengan membiarkan anak bermain akan membuat anak menjadi lebih pandai dan lebih mampu menyesuaikan diri. Namun sebenarnya tidaklah demikian. Ada beberapa alasan yang mendasari pemikiran ini:
a.       Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bermain membuatnya merasa bosan
b.      Dengan lebih sedikit yang digunakan anak untuk belajar dan berkarya, membuat anak kurang mendapat dukungan sosial yang sebenarnya dibutuhkannya.
c.       Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada anak untuk berkarya dapat membuat anak menganggap bahwa melakukan kegiatan di luar bermain merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan dan perlu dihindari.
2. Ketidakseimbangan antara bermain untuk bersosialisasi dan bermain sendiri
            Sebenarnya bermain untuk sosialisasi dan bermain sendiri kedua-duanya sangat penting bagi perkembangan anak. Dengan bermain bersama teman sebaya, anak dapat mengembangkan kemampuan personal dan penyesuaian dirinya. Anak dapat belajar bagaimana berinteraksi dengan anak lain.
3. Penekanan yang berlebihan untuk melakukan kegiatan bermain yang sesuai dengan jenis kelamin anak.
            Anak akan selalu diberikan alat permainan sesuai dengan jenis kelaminnya dan dihindari untuk bermain dengan alat permainan dari jenis kelamin yang berbeda. Bahkan penekanan ini semakin terasa ketika anak semakin besar.
4. Alat permainan yang tepat
            Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa alat permainan tidak tepat untuk anak sebagai berikut:
a.       Berbahaya
b.      Pilihan orang tua
c.       Terlalu sedikit jenisnya
d.      Memilih alat permainan sesuai usia kronologisnya anak
e.       Alat permainan terlalu rumit untuk anak
f.       Alat permainan terlalu mudah untuk anal
g.      Alat permainan yang terlalu sedikit bimbingan yang diberikan
h.      Terlalu banyak atau terlalu sedikit bimbingan yang diberikan
3. Tinjauan Tentang Multimedia Pengertian Dan Prinsip
            Permainan pada dasarnya disukai oleh anak baik di desa maupun di kota. Anak desa dan anak kota memiliki kesamaan menyukai berbagai permainan yang dapat mengembangkan kreativitas mereka, karena bermain pada hakekatnya adalah meningkatkan daya kreativitas dan citra diri anak yang positif. Ada persyaratan utama dalam pembuatan Alat Permainan, yaitu :
1. Persyaratan Edukatif (mendidik)
a. Alat Permainan memberi peluang kepada anak untuk menjajagi dan mencoba alat permainan itu dengan bebas, sesuai dengan tingkat perkembangan, kemampuan dan minatnya.
b. Alat Permainan dapat merangsang munculnya satu atau lebih pengertian akan sesuatu.
c. Alat Permainan dapat memberi kesempatan dan kemungkinan untuk dapat menemukan pengertian (konsep) baru yang berkaitan dengan pengertian yang telah diketahui anak sebelumnya.
d. Alat Permainan dibuat sedemikian rupa, sehingga anak dapat memperbaiki sendiri kesalahan-kesalahan yang mungkin dibuatnya.
e. Alat Permainan dapat memberi kepuasan bagi si pemain yaitu anak pra sekolah, karena ia merasa bisa melakukan sesuatu keterampilan setelah menggunakan daya pikirnya. Keberhasilan ini biasanya akan membangkitkan semangat anak untuk mengulangi permainan atau mencoba-coba dengan Alat Permainan lainnya
2. Persyaratan teknik
a. Alat Permainan harus menarik ditinjau dari sudut warna, bentuk dan rupa serta mudah digunakan.
b. Alat Permainan aman digunakan anak-anak karena bentuknya tidak tajam atau runcing, tidak terlalu kecil, sehingga tidak mudah tertelan oleh anak, tidak mengandung racun, sehingga tidak mengganggu kesehatan dan kehidupan anak.
3. Persyaratan Ekonomis
a. Kualitas atau mutu pembuatan harus baik, tidak mudah rusak, karena Alat Permainan ini akan sering digunakan. Bagian – bagian yang rusak atau hilang harus mudah diperbaiki atau dicarikan gantinya.
b. Alat Permainan harganya tidak terlalu mahal dan mudah dibuat karena menggunakan bahan yang ada di lingkungan sekitar, yaitu dari bahan bekas, limbah atau sisa.
            Dengan pembuatan Alat Permainan sebagai media pendidikan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan kemampuan dasar anak pra sekolah, sehingga anak dapat belajar saling menyesuaikan diri, belajar berbicara dan bergaul dengan baik serta mengenal dirinya dengan lebih baik. Dengan memahami alat permainan yang mengacu pada perkembangan anak yang bersifat unik, pendidik diharapkan dapat menciptakan alat permainan itu. Kalau kita amati alat permainan yang ada, maka sulit bagi kita untuk memberikan batasan karena sifatnya yang begitu luas dan beragam. Kebanyakan para pencipta alat permainan mendasarkan ciptaannya pada kriteria-kriteria yang sesuai dengan pengetahuan tentang anak. Misalnya alat permainan yang akan digunakan untuk mengembangkan pengertian anak tentang warna, maka bentuk alat yang diciptakannya difokuskan pada warna. Alat permainannya dapat berbentuk macam-macam benda yang menggunakan warna. Bentuk lain seperti bentuk geometris biasanya juga sangat memukai anak. Berjam-jam mereka dapat mengkotak-katik bentuk- bentuk tersebut. Dipasang, dipadukan, diberdirikan, ditiup, ditumpuk dan ditempel, sehingga kreativitas anak makin berkembang bila kita memberikan kesempatan yang luas kepada mereka. Bentuk-bentuk balok untuk membangun, alat untuk bermain air dan alat untuk bermain pasir bisa dibuat dari macam-macam bahan seperti kayu dan plastik dengan berbagai ukuran. Kain, kapok, tali dan sebangsanya banyak digunakan untuk membuat alat permainan. Berbagai macam alat permainan diciptakan oleh para ahli pendidikan taman Kanak Kanak, seperti :  
a. Alat Permainan Montessori.
            Elizabeth Hainstock (1988) menyatakan bahwa metode Montessori tetap relevan digunakan baik sekarang maupun di kemudian hari. Ada 3 prinsip yang selalu dipantau dalam pelaksanaan metode Montesori, yaitu pendidikan usia dini (early childhood), lingkungan pembelajaran (the learning environment) dan peran guru (the role of the teacher). Pendidikan usia dini memperhatikan segala pembiasaan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan perkembangannya. Cara pembelajarannya disesuaikan dengan cara belajar anak yang khas, spontan tanpa tekanan. Lingkungan pembelajaran diusahakan agar sama dengan keadaan dan lingkungan anak, yaitu rumah. Oleh karena itu dalam praktek Montessori, anak banyak melakukan tugas rumah seperti belajar mencuci baju, mencuci perabot, memandikan boneka, dsb.
b. Alat Permainan Peabody
Alat permainan ini diciptakan untuk membantu anak dalam pengembangan bahasa secara intensif yaitu pengenalan bentuk, warna serta berbagai kosa kata yang dekat dengan anak. Sistem pengulangan yang diberikan dengan berbagai variasi membuat anak tidak bosan sekalipun mereka sudah mengetahuinya. Penggunaan imajinasi akan membantu anak menguasai dan mengembangkan kreativitasnya. Alat permainan berupa boneka tangan ini dapat dipergunakan untuk mengungkap berbagai perasaan anak. Perasaan yang biasa dirasakan anak dalam kehidupan sehari-harim kecemasan, ketakutan, perasaan senang, harapan, perasaan mencekam, kesedihan dan lain-lain teruangkap dengan penuh spontanitas sesuai dengan jiwa anak.
c. Balok Cuisenaire
            Balok cuisenaire diciptakan oleh George Cuisenaire dan digunakan untuk anak pra sekolah di Taman Kanak kanak sebagai media pendidikan untuk membantu anak belajar konsep matematika, pengembangan bahasa dan untuk peningkatan keterampilan anak dalam bernalar. Balok cuisenaire ini disusun seperti karpet berbentuk segi empat yang kemudian digunakan untuk mengungkapkan beberapa istilah matematis, sehingga dapat membantu awwasan berpikir dan penguasaan bahasa anak.
d. Alat permainan Frobel
            Balok Frobel pertama kali digunakan di TK. Bentuk alat permainan ini berupa balok bangunan Blokdoos atau Bouwdoos yaitu suatu kotak sebesar 20 x 20 cm yang terisi dengan balok-balok kecil berbagai ukuran yang merupakan kelipatan.
e. Alat Permainan Edukatif yang dapat meningkatkan perkembangan kreativitas anak pra sekolah, seperti : boneka dari kain, balok bangunan besar polos, menara gelang segi tiga, bujur sangkar, lingkaran dan segi enam, tangga kubus dan tangga silinder, balok ukur polos, krincingan bayi, gantungan bayi. Berbagai puzzle, kotak gambar pola, papan pasak 25, papan pasak 100.  
            Dari bentuk dan kegunaannya maka terlihat bahwa unsur-unsur alat permainan ini berakar pada alat permainan Montessori, seperti alat yang menunjukkan adanya urutan dari kecil ke besar, urutan gambar yang menunjukkan adanya tahapan gambar yang dapat diberikan pada usia kanak-kanak dari bayi sampai lima tahun. 
4. Hasil Review Game “Gorilla Cabut Gigi”
4.1 Deskripsi Game
            Game ini adalah game tentang seekor gorilla yang hobbi makan. Setelah memakan beberapa makanan kemudian gorilla menjadi sakit gigi dan pergi berobat ke dokter. Dokternya adalah seorang anak kecil. Dalam hal ini anak kecil tersebut yang mencabut gigi gorilla yang rusak. Dalam mencabut gigi pada level pertama ketika gorilla membuka mulutnya terlihat ada gigi gorilla yang berwarna hitam dan kemudian menjadi berwarna putih, jadi ketika melihat gigi gorilla yang berwarna hitam dokter harus konsentrasi melihat bagian-bagian mana saja gigi gorilla yang hitam/rusak sebelum menjadi putih. Setelah gigi busuk gorilla/gigi hitam menjadi putih, dokter mencabutnya dan meletakkannya ketempat yang sudah disediakan, apabila dokter salah mencabut gigi gorilla maka tangan dokter akan digigit oleh gorilla dan kembali kelevel satu. Apabila berhasil dilevel satu maka akan berlanjut kelevel berikutnya yang semakin sulit.
4.2 Ciri-Ciri
Ciri-ciri game ini adalah:
·         Terlihat seekor gorilla yang suka makan
·         Dalam game ini karena gorilla makan sembarangan sehingga giginya menjadi sakit
·         Seorang anak kecil yang mencabut gigi gorilla
·         Terdapat gigi yang hitam menjadi putih, jadi diantara gigi yang putih tersebut dokter harus benar-benar mengingat gigi gorilla yang busuk agar tangannya tidak digigit gorilla.
4.3 Kriteria Yang Sesuai Dengan Aud
            Game ini dapat menarik perhatian anak karena seekor gorilla yang lucu sakit gigi dan kebetulan dokternya adalah seorang anak kecil. Ketika memainkan permainan ini rasa ingin tahu anak akan menjadi muncul dan juga konsentrasi anak akan terlatih. Game ini dapat mengembangkan kognitif dan motorik halus anak usia dini.
B. Pembahasan Game AUD
1. Metode Pustaka dan Survey
            Metode yang kami gunakan yaitu observasi. Kami mengobservasi anak ketika memainkan Game Gorilla Cabut Gigi, anak terlihat senang dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika kami mengobservasi anak kami melihat anak sangat tertarik sekali ingin memainkan game tersebut dan rasa ingin tahu anak juga muncul. Kami juga memperlihatkan game yang lain yaitu “Tyekok” tetapi anak tidak tertarik, anak tersebut lebih tertarik untuk memainkan game Gorilla Cabut Gigi dari pada Tyekok. Sewaktu memainkan game terlihat ekspresi anak yang sedih karena gagal dilevel pertama dan ekspresi anak yang senang karena dapat memainkan game tersebut kelevel berikutnya.
2. Kelebihan
·         Game ini dapat mengembangkan aspek perkembangan kognitif dan motorik halus anak
·         Dapat melatih konsentrasi anak
·         Anak juga dapat memahami apabila memakan makanan sembarangan dapat menimbulkan sakit gigi
·         Dapat membuat anak menjadi senang dan menimbulkan rasa ingin tahu
3. Kekurangan
·         Durasi/waktu ketika akan mengingat bagian gigi gorilla yang busuk sangat pendek
·         Seharusnya games ini dapat mengembangkan aspek perkembangan anak yang lain seperti perkembangan bahasa, misalnya menyebutkan nama-nama gigi gorilla yang rusak/busuk.

BAB III

KESIMPULAN & SARAN


3.1 Penutup Atau Simpulan
            Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Beberapa manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan aspek perkembangan anak. Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak. Ketika pentingnya bermain dapat dipahami oleh pendidik maka pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama dalam kegiatan belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan merancang lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi fasilitator serta motivator untuk anak ketika anak sedang bermain. Dalam permainan Game Gorilla Cabut Gigi aspek-aspek perkembangan anak yang berkembang adalah aspek motorik halus dan kognitif.

3.2 Saran
            Apabila orang tua atau guru ingin mengajarkan atau memberikan alat permainan kepada anak seharusnya harus memperhatikan dampaknya kepada anak karena tidak semuanya alat permainan bagus untuk anak. Untuk itu perlunya kejelian orang tua/guru dalam memilih permainan untuk anak dan permainan tersebut harus dapat mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak usia dini.
  
 
DAFTAR PUSTAKA
Mayke S. Tedjasaputra (2011). Bermain, Mainan dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo
Masnipal, Siap Menjadi Guru dan Pengelola Paud Profesional. (2013). Gramedia. Jakarta
Mujahidah Rapi, SH. KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.
Asep Yudi Permana. PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM PENDIDIKAN FORMAL : ANTARA HARAPAN DENGAN KENYATAAN.
Martha Christianti. Anak dan Bermain. 17 Mei 2007


 Lampiran;


1 komentar:

  1. Tampilan layar Game “Gorilla Cabut Gigi” sebaiknya ada.

    BalasHapus